SIKAP DAN PRILAKU SISWA
TERHADAP
LINGKUNGAN KELUARGA.
Untuk masalah kenakalan remaja mulai
mendapat perhatian yang khusus sejak dibentuknya suatu peradilan untuk
anak-anak nakal atau juvenile court pada tahun 1899 di Cook County,
Illinois, Amerika Serikat. Pada waktu itu, peradilan tersebut berfungsi sebagai
pengganti orangtua si anak - in loco parentis - yang memutuskan perkara
untuk kepentingan si anak dan masyarakat. Dalam pandangan umum, kenakalan anak
dibawah umur 13 tahun masih dianggap wajar, sedangkan kenakalan anak di atas
usia 18 tahun dianggap merupakan salah satu bentuk kejahatan. Dalam tulisan ini
hanya akan dibahas kenakalan yang dilakukan oleh para remaja dalam usia 13
sampai dengan 18 tahun.
Kenakalan remaja dapat ditimbulkan
oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:
A. PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah
merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi
nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari
kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak
pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang
lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan
si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan
bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut.
Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat
dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan
dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula.
Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun
orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila
timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu
pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala
Sutta, Sang Buddha bersabda: "Tak bergaul dengan orang tak
bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama".
Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila
dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan
bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun
akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh
pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja,
khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan
bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak
bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak
sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat
pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai,
orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian
tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini
hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang
jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung
jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan
sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung
jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan
masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah
pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha
memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan
perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita
apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya,
tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan,
dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182
diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan
mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk,
penipu, dan pelanggar hukum.
B. PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan
salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang
Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh
pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu
dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk
menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak
kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar
tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas
dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan
seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.
Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang
merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua
hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia.
Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak,
bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam
masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya
memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini
tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada
sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi
tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi
dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama
dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian
menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang
telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai
dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut
tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian
kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya,
sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama
telah selesai dikerjakan.
C. DAMPAK PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada
kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu
mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini
terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya
dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang
positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan
kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan
negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk
mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik
perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari
orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering
menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang
sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri,
merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.
Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas
inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang
kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak
mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya.
Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya
mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus atau
tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan
pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu
akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam
memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka.
Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan
remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas
sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan
penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada
kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula.
Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua
hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya
juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi,
sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu
luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus
sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh
seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta
bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan
bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan
keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati.
Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada
hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat.
Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai
dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi
karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat
berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu,
dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang,
jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
D. UANG SAKU
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan
pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja
hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar
mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir.
Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu
menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang
Buddha.
Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung
sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir,
melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan
semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat
dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan.
Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat
menimbulkan masalah. Yaitu:
Ø Anak menjadi
boros
Ø Anak tidak
menghargai uang, dan
Ø Anak malas
belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
E. PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada
tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis.
Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling
berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah
mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan
salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja
kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam
era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15
tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah
karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi
pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan
kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan
tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan
kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap
remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang
antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat
pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar
mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran
dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi
lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak
salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang
bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja
sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar
pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana.
Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya.
Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang
paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan
anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu
menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak
merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar
jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual
secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya
diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk
dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam
menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan
Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya
juga sesuai untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu
ingat dan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan
kemoralan ini adalah latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian,
pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan
kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul.
Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan
dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan
menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan
yang harus dilakukan.
No comments:
Post a Comment