Keutamaan Shalat Sunnah
Shalat
sunnah termasuk amalan yang mesti kita jaga dan rutinkan. Di antara
keutamaannya, shalat sunnah akan menutupi kekurangan pada shalat wajib. Kita tahu
dengan pasti bahwa tidak ada yang yakin shalat lima waktunya dikerjakan
sempurna. Kadang kita tidak konsentrasi, tidak khusyu’ (menghadirkan hati),
juga kadang tidak tawadhu’ (tenang) dalam shalat. Moga dengan memahami
pembahasan berikut ini semakin menyemangati kita untuk terus menjaga shalat
sunnah.
a. Akan Menutupi Kekurangan pada Shalat Wajib
Dari
Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ
لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ
نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ
مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ
تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ
الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ ».
“Sesungguhnya
amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah
shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih
tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak?
Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun
jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah,
Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan
amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR.
Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426 dan Ahmad 2: 425. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
b. Dihapuskan dosa dan ditinggikan derajat
Ma’dan
bin Abi Tholhah Al Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban –bekas
budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku berkata padanya,
‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya Allah memasukkanku ke dalam
surga’.” Atau Ma’dan berkata, “Aku berkata pada Tsauban, ‘Beritahukan padaku
suatu amalan yang dicintai Allah’.” Ketika ditanya, Tsauban malah diam.
Kemudian
ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga kalinya, Tsauban
berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan tadi pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ
تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ
بِهَا خَطِيئَةً
“Hendaklah
engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah. Karena tidaklah
engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan meninggikan
derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan berkata, “Aku pun pernah
bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab
sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban padaku.” (HR. Muslim no. 488). Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini adalah dorongan untuk memperbanyak
sujud dan yang dimaksud adalah memperbanyak sujud dalam shalat.” (Syarh Shahih
Muslim, 4: 205). Cara memperbanyak sujud bisa dilakukan dengan memperbanyak
shalat sunnah.
c. Akan dekat dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga
Dari
Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ
أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ
ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya
pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku
membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya. Maka beliau berkata kepadaku,
“Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata, “Aku hanya meminta agar aku bisa menjadi
teman dekatmu di surga.” Beliau bertanya lagi, “Adakah permintaan yang lain?”
Aku menjawab, “Tidak, itu saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk
mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (memperbanyak shalat).”
(HR. Muslim no. 489)
d. Shalat adalah sebaik-baik amalan
Dari
Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ
أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
“Beristiqamahlah
kalian dan sekali-kali kalian tidak dapat istiqomah dengan sempurna.
Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling utama adalah shalat. Tidak
ada yang menjaga wudhu melainkan ia adalah seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah no.
277 dan Ahmad 5: 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
e. Menggapai wali Allah yang terdepan
Orang
yang rajin mengamalkan amalan sunnah secara umum, maka ia akan menjadi wali
Allah yang istimewa. Lalu apa yang dimaksud wali Allah?
Allah
Ta’ala berfirman,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ
آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63)
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
فَكُلُّ مَنْ كَانَ مُؤْمِنًا تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا
“Setiap
orang mukmin (beriman) dan bertakwa, maka dialah wali Allah.” (Majmu’ Al
Fatawa, 2: 224). Jadi wali Allah bukanlah orang yang memiliki ilmu sakti, bisa
terbang, memakai tasbih dan surban. Namun yang dimaksud wali Allah sebagaimana
yang disebutkan oleh Allah sendiri dalam surat Yunus di atas. “Syarat disebut
wali Allah adalah beriman dan bertakwa” (Majmu’ Al Fatawa, 6: 10). Jadi jika
orang-orang yang disebut wali malah orang yang tidak shalat dan gemar maksiat,
maka itu bukanlah wali. Kalau mau disebut wali, maka pantasnya dia disebut wali
setan.
Perlu
diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: (1) As Saabiquun Al Muqorrobun(wali
Allah terdepan) dan (2) Al Abror Ash-habul yamin(wali Allah pertengahan).
As
saabiquun al muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada
Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia
meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.
Al
Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah
dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani
dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang
mubah.
Mereka
inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2) خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ
الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ
الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ
هَبَاءً مُنْبَثًّا (6) وَكُنْتُمْ
أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ
الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9)
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11) فِي جَنَّاتِ
النَّعِيمِ (12) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (13)
وَقَلِيلٌ مِنَ الْآَخِرِينَ (14)
“Apabila
terjadi hari kiamat,tidak seorangpun dapat berdusta tentang
kejadiannya.(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan
(golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya,dan
gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya,maka jadilah ia debu yang
beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah
mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan
kiri itu.Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang
didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari
orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang
kemudian.” (QS. Al Waqi’ah: 1-14) (Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa
awliyaisy syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51)
Keenam:
Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya,
serta doanya pun mustajab
Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ
آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ
إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ
بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى
يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ
بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ،
وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah
Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan
memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib
yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya,
maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar,
memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi
petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku,
pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan
melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)
Orang
yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) di samping melakukan amalan
wajib, akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada
pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang
seperti ini keutamaan dengan mustajabnya do’a
No comments:
Post a Comment