MELATIH ANAK BUANG AIR BESAR (BAB) DAN BUANG AIR KECIL (BAK)
DI TOILET (TOILET TRAINING)
Melatih Anak BAB dan BAK ke Toilet |
Kemandirian dalam
mengurusi diri sendiri
secara bertahap perlu
dibangun pada anak
usia dini. Salah
satunya adalah Toilet Training atau Latihan
untuk Buang Air Besar (BAB)
dan
Buang Air Kecil
(BAK). Latihan ini
harus dilakukan dalam bentuk interaksi yang menyenangkan antara
pendidik dan anak usia
dini.
Selain itu pengenalan pendidik
terhadap anak didik yang
sedang dilatih.
Toilet training bukan sekedar melatih anak menggunakan toilet karena pendidik bisa
saja menuntun anak ke toilet tapi tidak dapat memaksa anak BAB atau BAK disana. Intinya
lebih kepada menumbuhkan pada diri anak terhadap pengenalan rasa ingin BAB dan BAK
serta
tempat juga cara sehat
menggunakan toilet.
Anak harus mengenal
tanda-tanda tekanan di
kandung kemihnya dan adanya rasa mulas ingin BAB. Kemudian anak diajarkan untuk membuat hubungan antara perasaan tersebut dengan hal apa yang sedang terjadi
di dalam tubuhnya.
Selanjutnya, anak diajarkan belajar menanggapi dengan
tepat rasa
tersebut. Berarti terlebih dulu anak sudah diajarkan tentang cara melepaskan pakaian.
Penting juga mengajarkan anak cara menahan
keinginannya sampai semua sudah
kondusif
untuk proses BAK dan BAB. Selain itu, anak juga dilatih bagaimana
membersihkan alat
kelamin atau pantatnya,
turun dari toilet dengan aman,
memakai celana kembali, menyiram,
mencuci tangan dengan cara yang
benar
LANGKAH-LANGKAH BERLATIH TOILET (TOILET TRAINING)
1. Langkah Pertama: Pendidik harus memastikan bahwa
anak Telah Siap
Menurut Sears dan Sears (2007), kita sudah dapat mengajak anak Toilet Training jika anak
sudah menunjukan tanda-tanda berikut:
·
Meniru tingkah
laku orang dewasa ketika menggunakan
toilet
·
Sudah dapat mengutarakan rasa secara lisan seperti lapar, haus.
·
Sudah bisa mengerti permintaan yang sederhana seperti “Ambil bola itu”
·
Mulai mendorong celana sampai lepas ketika basah atau kotor, atau ketika ia dapat mengatakan kepada andaaaa bahwa ia kotor.
·
Sudah dapat duduk
di
atas pispot atau kloset
·
Bayi sudah tidak
BAB atau BAK di celana selama tiga jam
·
Mulai meneliti anggota tubuhnya
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa kegiatan Toilet Training
berhubungan dengan berbagai aspek perkembangan pada anak. Kapan waktu yang tepat
melakukan toilet
training harus mengacu pada kematangan 4 aspek yaitu:
Perkembangan fisiologis. Toilet training
berhubungan
dengan kemampuan pengendalian otot-otot yang
mengelilingi ujung usus besar dan kantung
kemih. Pada usia 12-24 bulan
anak sudah matang untuk
mengatur otot-otot ini. Pengendalian otot yang
mengelilingi kantung kemih lebih sulit dibanding ujung usus besar. BAK lebih sulit kendalikan sehingga latihan BAB harus lebih dahulu
dilakukan. Kapan waktu yang tepat harus diawali dengan pengamatan orangtua dan
pendidik terhadap tingkahlaku anak
dan gerakan yang dilakukan anak
Keterampilan motorik. Baik ketrampilan motorik kasar dan halus diperlukan saat kegiataan toilet. Keterampilan
motorik halus
yang diperlukan adalah
keterampilan koordinasi tangan dan jari jemari untuk
berpakaian
Perkembangan kognitif dan bahasa.
Proses Toilet Training merupakan kombinasi yang kompleks antara tugas fisik dan kognitif. Anak harus
belajar dan mengenali fungsi-fungsi
anggota tubuhnya,
mengasosiasikan sensasi
fisik
dengan
respon
yang sesuai, memiliki gambaran tentang apa yang ingin dikerjakan, merencanakan
untuk pergi ke WC, melepas pakaian dalam dan menggunakan WC. Kemudian
anak juga harus tahu kapan ia berhenti. Semua
ini membutuhkan ingatan,
konsentrasi juga
pengendalian diri. Anak harus memiliki kemampuan untuk
memahami
penjelasan, perintah dan respon dari kita dan mampu untuk
menggabungkan semuanya
agar memahami proses keseluruhan Toilet Training.
Kesadaran emosional dan sosial. Pada usia 2 (dua) tahun anak menjadi sadar
akan bagian-bagian tubuhnya maka pendidik/orangtua harus berperan untuk
mengajarkan pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
BAB dan BAK seperti rasa BAK dan BAB yang disimbolkan dengan kata-kata pipis
dan
eek untuk BAB. Juga pengenalan dan menamakan penis, vagina, WC, basah, kering, pakaian dalam.
Istilah yang diperkenalkan adalah yang
nyaman nyaman untuk
keluarga. Tahap berikutnya
adalah anak perlu memiliki kapasitas untuk berfikir
simbolik, merencanakan atau memecahkan masalah dan mengingat. Lalu anak belajar mengetahui kapan ingin BAK-BAB,
pergi
kesana, melepas pakaian dan
mengeluarkan di WC
2. Langkah Kedua: Siapkan Diri Anda sebagai Pelatih yang Baik
Jika pendidik sudah memastikan bahwa saat Toilet Training sudah tiba waktunya maka pendidik juga harus menyiapkan diri sebaik mungkin.
“alat-alat” yang akan dibutuhkan adalah:
·
Teknik komunikasi dengan anak sesuai tahap
perkembangan anak
·
Kesungguh-sungguhan
dan
Kesabaran
·
Cara memotivasi dan mengajak
yang
kreatif.
·
Pispot
atau
jamban
yang
ukuran
dan
bentuknya
cocok
untuk anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pispot adalah:
diperkirakan anak
menyukainya, mudah dibersihkan, keamanan, stabilitas
dan desain.
·
Celana khusus untuk latihan ke toilet
3. Langkah Ketiga: Ajari Anak Arah yang Harus Dituju dan Cara
untuk Menyebutkan Hal itu
Anak dikenalkan tempat BAB
dan
BAK bersamaan dengan memberikan penamaan pada kegiatan BAB
dan
BAK juga perlu disampaikan dengan tepat dan spesifik, misalnya BAB dinamai “e-e” dan BAK dinamai “pipis”.
Selain
itu anak perlu diajarkan sekaligus
memberikan penamaan bagian
tubuhnya. Berikan
nama-nama yang wajar dan umum diterima anak dan keluarga untuk penamaan bagian tubuh (penis, testis, vagina, dll)
yang terlibat dalam BAB
dan
BAK. Kata- kata tersebut diucapkan pendidik
dengan nada yang wajar seperti menyebutkan
anggota tubuh lainnya.
4.
Langkah Keempat: Ajari Anak Hubungan Antara Rasa Ingin Buang Air dan Pergi ke Toilet
Salah satu kegiatan
dari
Toilet Training adalah mengajarkan anak tentang cara
menghubungkan antara
rasa
ingin
BAB
atau BAK dan
pergi ketoilet
lalu duduk di pispot atau jamban yang berujung dengan melakukan BAB atau BAK diatas pispot. Ketika anak menunjukan tanda-tanda akan BAB atau BAK maka
pendidik harus segera merespon dengan memperkuat penamaan tentang apa
yang dirasakan anak lalu mengajak anak ke pispot/jamban. Data pola BAK dan BAK anak
dapat dipakai untuk mengingatkan anak tentang rasa ingin BAB
dan
BAK ini. Bersamaan dengan itu anak juga
ditanamkan hubungan mental antara rasa dan menyampaikan rasa tersebut kepada pendidik, misalnya: “sayang,
mau e-e yaa, bilang ke ibu guru
yaa”. Setelah anak memahami rasa mau BAB atau BAK, lalu
mampu menamainya
dan
menyampaikannya kepada Pendidik maka anak mulai ditingkatkan kemampuannya
kearah kemandirian, misalnya dengan
mengatakan: “sudah terasa mau e-e yaa,
ayoo pergi ke pispot” meskipun pada
tahap awal masih ditemani namun secara
bertahap anak mulai diajarkan BAB
atau BAK secara mandiri.
5. Langkah Kelima: Beralihlah dari popok
ke
Celana yang Mudah Dilepas
Pendidik perlu melepaskan semua hal yang akan memperlambat kegiatan latihan ini. Pemakain popok
sekali pakai dapat membuat anak tidak
dapat
membuat hubungan antara keinginan BAB atau BAK dan tindakan yang perlu
dilakukannya.
Saat
ini semakin banyak
popok yang diproduksi dengan mempertimbangkan segera agak kering setelah BAK di popok tersebut.
Anak dibuat nyaman dan tetap tertidur di malam hari meskipun sudah beberapa kali
BAK. Ini cukup berbahaya bagi kegiatan toilet training. Akhirnya banyak
pendidik
dan
orangtua yang membiarkan anak dalam keadaan sudah beberapa kali BAK di
popoknya. Lama-lama
anak
merasa terbiasa dengan kondisi ini. Keadaan ini
merpersulit dan memperlama waktu kegiatan Toilet Training.Selain itu anak juga sebaiknya
tidak
menggunakan celana yang sulit atau
butuh waktu yang
lebih lama jika akan dibuka, misalnya:
celana
jins, celana panjang yang sempit di ujung pergelangan kaki. Setelah anak sudah beberapa
minggu tidak BAB atau BAK di popoknya maka ini saatnya
mengganti popok sekali
pakainya dengan celana yang cukup longgar dan mudah dilepaskan
anak
6. Langkah Keenam: Ajari Anak Anda untuk Membasuh, Menyiram, Mengenakan
Celana dan Mencuci Tangan
Bagian terakhir
yang dilatih pada anak saat Toilet Training yaitu serangkaian kegiatan:
Membasuh, Menyiram, Mengenakan Celana
dan
Mencuci Tangan
dengan cara yang tepat. Cara
membasuh yang baik adalah dari
depan ke belakang.
Ini bertujuan
mencegah kuman yang dapat
menyebabkan
infeksi saluran kencing.
Perlu kesabaran dan kreatif dalam memotivasi anak
untuk membasuh sendiri.
Kemampuan membasuh berhubungan dengan kemampuan motorik
anak.
Anak berumur 2 (dua) tahun jarang memiliki ketrampilan tangan
untuk mengelap dengan layak bahkan beberapa anak
tidak
siap untuk
melakukan ini sampai berumur 4 (empat) atai 5 (lima) tahun.
Penyiraman
dapat berjalan
dengan
mudah
atau sulit
tergantung anak. Ada yang senang dengan kegiatan ini
tapi ada juga yang takut dengan suara air di kloset yang agak kecang saat tinja atau urin menghilang ke dalam lubang kloset.
Mengenakan celana akan lebih mudah dan nyaman dilakukan anak
jika orangtua
tidak
mengenakan celana yang
mempersulit anak melepaskan dan
memasangkannya. Anak
memiliki kecenderungan “kurang” sabar dan selalu ingin
cepat. Dipenghujung semua kegiatan Toilet Training” adalah mencuci tangan
dengan sabun dengan
cara yang tepat (lihat
sub
Bab tentang mencuci Tangan).
Seluruh kegiatan Toilet Trainig dilakukan dengan suasana, sikap dan kata-
kata pendidik yang membuat anak merasa nyaman dan dihargai.
Sama halnya saat ketika kita melatih anak berjalan, yang biasanya penuh suka cita dan menganggap anak
yang
jatuh atau takut-taku saat mau melangkahkan kaki
pertamanya. Tidak
diperkenankan hukuman atau kata-kata kasar dan penuh ancaman jika anak sangat lamban memahami kegiatan Toilet Training ini. Kata-
kata positif yang
memotivasi dan kata-kata pujian selalu diberikan kepada anak
saat Toilet Training ini.
No comments:
Post a Comment