BAHAYA KEMISKINAN
1. Bahaya Kemiskinan terhadap ‘Aqîdah
Tidak diragukan lagi, bahwa kemiskinan merupakan bahaya
besar terhadap kepercayaan
agama, khususnya
kemiskinan
yang sangat
parah, yang
berada di hadapan mata orang-orang kaya yang egois. Yang sangat mengkhawatirkan
lagi, kalau orang-orang miskin
itu
tidak menentu pencahariannya, sedangkan pihak orang-orang kaya sama sekali tidak mau mengulurkan bantuannya.
Di saat itulah, kemiskinan akan mengundang keraguan terhadap sunatullah (ketetapan Allah) di
atas dunia ini, serta dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap keadilan Allah dalam pembagian rezeki.
Rezeki itu bagaikan hujan.
Ia terpencar
di tengah-tengah
manusia.
Di satu tempat
mengalami banjir. Sedangkan di tempat
lain terjadi kekeringan
yang luar biasa. Yang kuat dengan
usahanya sepenuh tenaga
memperoleh harta
yang melimpah-ruah, sedangkan yang miskin semakin terlunta-lunta dan tak berdaya.
2. Bahaya Kemiskinan terhadap Etika dan Moral
Bila
kemiskinan merupakan bahaya bagi agama dari segi akidah dan kepercayaan, tidak sedikit pula bahayanya
terhadap segi etika dan moral. Kekecewaan
dan keputusasaan
orang
miskin, lebih-lebih yang
hidup di tengah- tengah orang kaya, banyak mendorong mereka untuk bertindak yang tidak dibenarkan oleh budi luhur dan akhlak mulia. Dan akan lebih berbahaya lagi apabila frustasi dan kekecewaan mereka sudah tidak bisa dikuasai lagi, akan timbul suatu sikap tidak peduli terhadap nilai-nilai etika yang akan menjurus kepada pengabaian nilai-nilai agama.
3. Bahaya Kemiskinan terhadap Pikiran Manusia
Bencana dan bahaya kemiskinan tidak terbatas mengancam kepada jiwa dan budi saja, tapi juga akan mengganggu dan mempengaruhi pikiran seseorang. Betapa tidak?
Seseorang yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarganya, dan anak-anaknya, apakah
ia dapat berfikir
dengan
cermat?
Lebih-lebih, kalau tetangga mereka hidup serba mewah dengan berbagai perlengkapan rumah tangga.
4. Bahaya Kemiskinan terhadap Rumah Tangga
Kemiskinan dapat mengancam kehidupan keluarga
dan rumah tangga dalam beberapa segi, yaitu; segi pembinaan, segi kelangsungan, dan segi pemeliharaannya.
Dari segi pembinaan, kemiskinan merupakan
penghalang
yang tidak kecil. Banyak jejaka terhalang untuk menuju jenjang perkawinan, dan
takut memikul tanggung jawab sesudah terlaksananya perkawinan, karena faktor maskawin
(ma har), belanja
keluarga (nafkah), dan kemampuan
ekonomi. Karena
itu
Al- Qur’ân memerintahkan agar mereka mampu memelihara kehormatan dan menahan ketabahannya, sehingga mereka
dapat
mencapai kemampuan untuk mengelola ekonomi rumah tangga sendiri.
Sering kita menjumpai beberapa gadis yang sudah saatnya kawin, tetapi wali- wali mereka menghalangi pria yang hendak meminangnya, lantaran pria itu dinilai masih
lemah
ekonominya dan sedikit hartanya. Sebenarnya kasus semacam ini adalah penyakit lama
yang oleh
Al-Qur’ân telah ditentang. Al-Qur’ân telah memberi nasihat kepada para wali agar mereka berlaku adil
dalam memilih calon- calon suami bagi putri-putrinya, serta menjadikan standar kelayakan, bukan hanya semata-mata dilihat dari segi harta dan kekayaannya. Allah berfirman : Artinya: “Dan kawinkanlah laki-laki dan perempuan-perempuan yang
janda
di antara kamu,
dan hamba-hamba lelaki dan hamba-hamba
perempuan kamu yang sudah layak (kawin). Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karuniaNya, karena Allah itu Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.”
Dari segi kelangsungan berumah tangga, tekanan kemiskinan sering kali mengalahkan dorongan-dorongan untuk berbuat baik, bahkan tidak jarang memutuskan ikatan perkawinan antara suami dan
isteri, karena ketidaksukaan isteri kepada suami atau sebaliknya. Kasus semacam ini diakuioleh hukum islam. Karena itu, seorang hakim boleh meluluskan tuntutan cerai seorang isteri dari suaminya, jika disebabkan kesulitan dan ketidakmampuan suami
untuk memberi nafkah kepada isterinya, dengan latar belakang demi menghilangkan kesusahan perempuan.
Dari segi pemeliharaan, dalam hubungan dengan anggota rumah tangga, sering kali
kita jumpai bahwa kemiskinan dapat mengotori kejernihan udara rumah tangga, bahkan
kadang-kadang
merobek-robek
jalinan
kasih sayang
di antara mereka. Dalam Al-Qur’ân, kita
menjumpai
fakta
sejarah yang memilukan.
Pada masa jahiliyah, pernah terjadi pada sebagian kalangan orang tua yang tega membunuh anak-anak mereka dikarenakan kemiskinan, baik kemiskinan yang sedang mereka alami, maupun kemiskinan yang mereka khawatirkan akan menimpa mereka di kemudian hari. Dan ternyata, kejadian tragis pada masa jahiliah itu juga terjadi
pada masa sekarang. Hampir setiap hari kita mendapat berita dari surat kabar dan media elektronik tentang aborsi, pembunuhan dan pembuangan bayi-bayi tak berdosa yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri dengan alasan kemiskinan.
5. Bahaya Kemiskinan terhadap Masyarakat dan Ketenteramannya
Lebih dari itu semua, kemiskinan merupakan bahaya vital terhadap keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan
masyarakat.
Terkadang orang masih sanggup
menahan kesabarannya dengan kemiskinan yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara penghaslian dan banyaknya jumlah penduduk yang ada. Tetapi apabila kemiskinan itu terjadi karena ketidakadilan distribusi antara mereka;
terjadinya perampasan hak
antara sebagian terhadap sebagian yang lain; dan adanya kemewahan golongan minoritas karena mengeksploitasi golongan mayoritas, maka pada saat itu, kemiskinan akan menggoncangkan ketenteraman masyarakat, menimbulkan fitnah, dan mengacaukan keamanan. Sehingga runtuhlah
sendi-sendi ma habbah (rasa cinta) dan solidaritas antara sesama anggota masyarakat.
No comments:
Post a Comment