Hikmah Zakat terhadap Mustahiq
a. Zakat Merupakan Pemenuhan Kebutuhan
Zakat yang diambil dari
harta orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin merupakan upaya pemenuhan atas kekurangan kebutuhan materinya, seperti
makan, minum,
pakaian, dan perumahan, serta kebutuhan biologisnya seperti pernikahan yang
oleh para
ulama
ditetapkan sebagai kesempurnaan
hidup, serta
kebutuhan fikiran dan ruhani
seperti pendidikan, buku-buku ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Sehingga ia mampu berperan dalam kehidupan dan dapat melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan baik. Dalam Al-Qur’ân kekurangan hidup disebut beriringan dengan kehinaan; “Dan ditimpakan atas mereka kehinaan dan kemiskinan.” (dzillah wa a l-maskanah) disebut secara beriringan karena boleh jadi orang yang mengalami kekurangan dalam kebutuhan hidupnya menyebabkan ia merasa rendah dan hina di mata masyarakat. Oleh karena itu dengan zakat ini diharapkan dapat mengembalikan kemuliaannya dengan merasakan eksistensinya sebagai anggota masyarakat yang diperhatikan karena diberikan bantuan yang tidak disertai dengan ejekan dan cercaan.
Allah telah memuliakan manusia dengan akal, kelembutan, kasih sayang yang bersifat ruhani yang lebih tinggi dari
sekedar pemenuhan kebutuhan jasad, sebagaimana firman Allah : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri rizki mereka dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami cipakan.”
Akan tetapi kemuliaan manusia yang disebutkan di atas harus ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan jasad. Sebab jika kebutuhan jasad belum
terpehuhi, dikhawatirkan manusia tidak akan mempunyai waktu dan kesungguhan pada pemenuhan kebutuhan ruhani dan bidang-bidang garapan pemikiran. Kalau itu
yang terjadi, maka manusia telah melepaskan martabat kemuliaannya dan terjatuh pada martabat hewaniah.
b. Zakat Menghilangkan Sifat Benci dan Dengki
Orang yang menunaikan zakat dengan cara yang baik dan
benar berarti ia telah menghilangkan kebencian dan kedengkian orang-orang faqîr. Karena jika kefaqîran melelahkannya dan kebutuhan hidup melilitnya, sementara di sekitarnya ia melihat orang-orang hidup dengan bersenang-senang dan dalam keleluasaan, tetapi tidak memberikan pertolongan kepadanya,
bahkan mereka membiarkannya
dalam cengkeraman kefaqîran, pasti akan timbul kebencian dan kedengkian di dalam hati orang faqîr tersebut. Kebakhilan dan egoisme hanyalah akan melahirkan kebencian dan kedengkian kepada orang yang memiliki kenikmatan.
Bagi
seorang muslim yang melaksanakan aturan Allah tersebut, akan dihilangkan rasa benci dan dengki orang lain terhadapnya dan diganti dengan rasa persaudaraan, sebagaimana firmanNya : “Dan Kami lenyapkan
segala rasa
dendam yang
berada di
dalam
hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara.” Rasulullah saw. bersabda : “Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.”
Persaudaraan ini
tidak akan tegak manakala seorang saudara kenyang sementara yang lainnya kelaparan, diketahuinya akan tetapi dibiarkan, sama sekali
tidak diberi pertolongan.
Bila demikian maka hal ini berarti memutuskan
unsur- unsur persaudaraan dan menyalakan api
kebencian dan kedengkian orang faqîr yang terhalang mendapatkan rizki terhadap orang kaya yang memiliki harta benda.
Rasulullah saw. menyebut kebencian dan kedengkian ini sebagai penyakit umat, dan ia memperingatkan kepada umatnya agar tidak dihinggapi penyakit dan racun ini dengan sabdanya : “Telah merasuk kepada kamu sekalian penyakit umat sebelum
kamu, yaitu kedengkian dan kebencian.”
Islam tidak
memerangi penyakit umat
ini dengan semata-mata
memberikan nasihat dan petunjuk pemikiran saja. Tidaklah cukup orang yang
sedang lapar, orang yang tidak memiliki pakaian, hanya diberi pelajaran secara mendalam tentang bahaya kedengkian dan kebencian, sementara ada kehidupan yang mewah
di sekelilingnya.
Akan tetapi Islam juga memberikan
pelajaran tentang sebab-sebab
munculnya kebencian dan kedengkian serta
cara praktis
bagaimana menanggulanginya. Atas dasar inilah maka Islam mewajibkan zakat, agar memudahkan beban hidup para penganggur,
menanggung orang yang mengalami kesulitan hidup, membayar hutang orang yang terlilit hutang, membantu ibnussabîl agar sampai kepada keluarga dan tanah airnya.
Dengan demikian kaum muslimin akan merasakan arti persaudaraan yang ditekankan oleh Allah dan RasulNya. Harta seorang muslim adalah juga harta kaum muslim yang lain manakala darurat dan
membutuhkan. Setiap individu akan beranggapan bahwa kekuatan
saudaranya
berarti
juga kekuatan baginya manakala ia dalam keadaan lemah. Dan diantara mereka selalu berkeinginan untuk memberikan yang terbaik kepada saudaranya. Inilah yang dimaksud Hadîts Nabi : “Tidak
sempurna iman seseorang di antaramu
sehingga ia mencintai saudaranya
sama seperti ia mencintai dirinya sendiri.” dan firman Allah :“Kamu sekali-kali
tidak
sampai
kepada kebajikan (yang sempurna),
sehingga kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.”
No comments:
Post a Comment