KEHIDUPAN PADA MASA PRA AKSARA DI INDONESIA
A. Pengertian Masa Pra-Aksara
Pra-aksara
berasal dari gabungan
kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan
aksara berarti tulisan. Dengan demikian,
yang dimaksud
masa pra-aksara adalah masa sebelum manusia
mengenal bentuk tulisan. Masa pra-aksara disebut
juga dengan masa nirleka (nir artinya tidak ada, dan leka
artinya tulisan), yaitu masa
tidak ada tulisan. Masa pra-
aksara disebut juga dengan masa pra-sejarah, yaitu suatu masa dimana
manusia belum mengenal tulisan.
Adapun masa sesudah manusia mengenal
tulisan disebut juga dengan masa
aksara atau masa sejarah.
Kehidupan manusia pada
masa pra-aksara dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan yang
ditinggalkan oleh manusia yang hidup pada waktu itu. Peninggalan itu dapat
berupa artefak dan fosil. Artefak wujudnya berupa
benda-benda purbakala. Benda-benda tersebut
dapat membantu kita untuk memperkirakan bagaimana perkembangan kehidupan
manusia. Sementara itu, fosil yang berupa sisa-sisa tulang belulang
manusia, hewan, dan tumbuhan yang sudah membatu,
dapat membantu pada kita mengenai
pertumbuhan fisik manusia pada masa pra-aksara. Bekas-bekas atau sisa-sisa
manusia, tumbuhan, dan binatang yang telah membatu itu terdapat dalam
lapisan-lapisan bumi
B. Asal Usul Kehidupan Manusia
Setelah kalian mempelajari proses pembentukan bumi dan
dampaknya terhadap lingkungan, bagaimanakah
sampai ada kehidupan manusia di
muka bumi? Menurut ilmu
falaq, yaitu
ilmu yang mempelajari bintang-bintang, bumi yang kita tempati
ini terjadi kira-kira 250 ribu
juta tahun yang lalu. Awalnya berupa bola gas yang
sangat panas dan berputar pada
porosnya. Karena berputar terus- menerus
maka gas tadi menjadi semakin
padat, terjadilah kulit bumi. Kulit
ini makin
lama makin
tebal tetapi turun derajat suhunya. Sementara itu, bagian
dalam dari bumi yang kita
tempati ini sampai sekarang masih belum padat. Kita dapat lihat bagaimana sewaktu gunung api meletus
yang mengeluarkan magma yang sangat
panas. Kita juga dapat menyaksikan
bagaimana meluapnya lumpur panas Lapindo
di Porong
Sidoarjo dari dalam perut
bumi. Contoh tersebut membuktikan bahwa bagian dalam perut
bumi masih berupa zat cair
yang sangat panas.
Sebelum adanya kehidupan manusia, bumi ini mengalami
perubahan-perubahan. Proses perubahan
itu terbagi atas beberapa fase-fase
atau zaman. Perubahan dari satu
zaman ke zaman berikutnya memakan waktu yang
cukup
lama, sampai jutaan tahun. Pembagian
zaman perubahan-perubahan bumi menurut
geologi meliputi arkaikum, palaeozoikum, mesozoikum,
dan neozoikum
atau kenozoikum. Zaman kenozoikum ini terbagi dalam dua
bagian, yaitu zaman tersier
dan kwarter. Pada zaman kwarter
inilah mulai ada tanda-tanda kehidupan manusia.
Menurut Ilmu Geologi
(ilmu yang mempelajari kulit bumi), perkembangan bumi terbagi dalam beberapa
tahapan, yaitu sebagai berikut.
1. Arkaikum
Zaman ini berumur kira-kira 2500 juta tahun.
Pada saat itu bumi masih belum dingin.
Udara masih panas
sekali. Kulit bumi masih dalam
proses pembentukan. Belum ada tanda-tanda kehidupan.
2. Palaeozoikum
Zaman ini
diperkirakan berumur 340 juta tahun.
Pada zaman ini sudah mulai ada tanda-tanda kehidupan. Binatang-binatang yang kecil (mikro arganisme) sudah ada. Juga
binatang yang tidak bertulang punggung, bahkan
beberapa jenis ikan, amfibi
dan reptil sudah mulai ada. Karena
keadaan bumi masih berubah-ubah maka keadaan kehidupan masih sulit untuk
meningkat.
3. Mesozoikum
Zaman ini berumur kira-kira 140 juta tahun. Pada zaman ini kehidupan di bumi semakin
berkembang. Binatang-binatang pada masa itu mencapai
bentuk yang besar sekali. Antara lain Dinosaurus
panjangnya 12 meter, Atlantosaurus panjangnya 30 meter. Jenis burung sudah mulai ada. Zaman ini disebut
pula dengan zaman
reptil, karena pada zaman jenis
binatang reptil yang paling banyak sekali.
4. Neozoikum
atau Kenozoikum
Zaman ini berlangsung kira-kira 60 juta tahun. Keadaan bumi pada zaman ini menjadi baik. Perubahan
cuaca tidak begitu besar walaupun zaman es masih ada. Kehidupan berkembang
dengan pesat sekali. Zaman ini dibagi menjadi beberapa zaman,
antara lain:
a. Tertier
Pada zaman ini ditandai
dengan semakin berkurangnya binatang raksasa. Famili binatang
menyusui sudah mulai
ada. Beberapa jenis monyet dan kera telah mulai hidup.
b. Kwarter
Zaman kwarter
berlangsung kurang lebih 600.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini telah ada tanda-tanda kehidupan manusia. Bagian- bagian zaman ini disebut
dengan istilah kala.
Zaman ini dibagi dalam dua bagian yaitu kala plestosin dan kala holosin.
Kala plestosin merupakan
zaman yang sangat penting, sebab
pada zaman itulah manusia mulai
muncul di muka bumi. Kala plestosin berlangsung kira-kira dari 3 juta sampai
10.000 tahun sebelum masehi. Pada
masa ini
terjadilah masa perluasan lapisan
es di kutub. Beberapa daratan yang berdekatan
dengan kutub Utara tertutup es. Terjadilah suatu perubahan suhu
yang memengaruhi
keadaan kehidupan. Di daerah-daerah yang jauh dari kutub tidak terjadi pembekuan,
tetapi terjadi musim penghujan
yang hebat.
Keadaan bumi belum
stabil benar. Terjadi letusan-letusan gunungapi, erosi, pengendapan, dan pengangkatan
pegunungan-pegunungan. Letusan gunung berapi mengakibatkan terjadinya timbunan
batuan, kerikil, lahar, lava maupun abu, baik
di daratan maupun di laut. Ada gerakan
di dalam bumi (gerakan
endogen) dan dari luar bumi
(gerakan eksogen). Pegunungan atau daratan yang mula-mula
di
bawah laut merupakan dasar laut dangkal semakin
terangkat ke atas. Hal ini mengakibatkan daratan semakin luas sebagai tempat hidup.
Bagaimanakah yang terjadi pada kepulauan
di Indonesia pada saat itu?
Kepulauan Indonesia bagian barat mula-mula bersatu dengan Benua
Asia, sedangkan kepulauan bagian timur bersatu dengan Benua Australia.
Kemudian bagian-bagian tersebut terpisah karena naiknya permukaan laut.
Daratan yang menghubungkan
Indonesia dengan Australia terputus dan menjadi laut kembali dikarenakan naiknya permukaan air laut
yang disebabkan es di kutub
mencair. Bekas daratan
yang menghubungkan Indonesia
bagian barat dengan benua Asia sekarang menjadi
lautan paparan Sunda.
Adapun bekas daratan
yang menghubungkan Indonesia bagian timur
dengan Benua Australia disebut
paparan sahul.
Antara Asia dan
Australia memiliki iklim yang berbeda.
Benua
Asia memiliki iklim yang mengandung
curah hujan yang tinggi, sedangkan di Benua Australia memiliki iklim yang
kering. Tidak mengherankan apabila letak
geografis tersebut memengaruhi iklim di
Indonesia. Bagian barat kepulauan Indonesia
mendapat pengaruh angin dari
Asia yang membawa curah hujan
sehingga curah hujan tinggi. Sedangkan Indonesia Timur mendapat
pengaruh angin dari Australia yang kering sehingga curah hujan sedikit. Karena
kurangnya hujan maka daerah Indonesia Timur menjadi kering.
Alam merupakan tempat
kehidupan mahluk dan tumbuhan termasuk manusia.
Perubahan yang terjadi pada alam berpengaruh terhadap kehidupan mahluk dan tumbuhan.
Mahluk hidup akan senantiasa beradaptasi
terhadap perubahan iklim. Binatang-binatang yang hidup di daerah yang
dingin mengembangkan bulu- bulunya untuk
menahan dingin. Adapun di daerah
yang panas, binatang-binatang memiliki bulu yang jarang dan sedikit.
Bagaimanakah dengan perkembangan
awal manusia di Indonesia? Asal
usul nenek
moyang bangsa Indonesia berlatar
belakang juga pada perubahan
alam.Menurut para ahli, manusia pertama
di Indonesia berasal
dari Asia. Perubahan-perubahan alam tersebut
berakibat pada terjadinya migrasi manusia.
Pengaruh musim dari
kedua benua (Asia dan Australia) memengaruhi migrasi melalui
pelayaran. Dengan menggunakan perahu yang sangat sederhana
kelompok-kelompok manusia melakukan
perjalanan mengikuti arah musim. Orang Indonesia
zaman pra- aksara dengan
perahu-perahunya yang sederhana
telah mengarungi samudera yang luas dalam mencari
tempat-tempat pemukiman baru. Pada sekitar
tahun 2000 sebelum
masehi terjadi gelombang
perpindahan rumpun bangsa yang berbahasa Melayu-Austronesia (Melayu Kepulauan Selatan). Melayu-Austrononesia ialah suatu ras Mongoloid yang berasal
dari daerah Yunan di Cina
Selatan. Dari tempat itu mereka
menyebar ke daerah-daerah
hilir sungai besar di teluk Tonkin. Pada sekitar 200 SM, mereka
pindah menyebar ke daerah-daerah
Semenanjung Malaya, Indonesia, Filipina, Formosa,
pulau-pulau Lautan Teduh sampai ke Madagaskar. Kelompok migrasi dari Yunan ke Indonesia
inilah yang dianggap sebagai asal mula
nenek moyang bangsa Indonesia.
C. Pembagian Zaman Pra Aksara
Berdasarkan benda-benda peninggalan yang ditemukan, masa
pra-aksara/pra-sejarah dibagi menjadi:
1. zaman batu, yaitu zaman ketika manusia mulai mengenal alat-alat yang terbuat dari
batu. Pada zaman ini, bukan
berarti alat-alat dari kayu atau bambu tidak dibuat. Alat yang terbuat dari bahan
kayu atau bambu mudah rapuh, tidak tahan lama seperti
dari batu, bekas-bekas peninggalannya tidak ada lagi.
Zaman batu ini dibagi lagi atas beberapa periode,
yaitu:
a. zaman
batu tua (Palaelithkum);
b. zaman batu tengah (Mesolithikum);
c. zaman batu muda (Neolithikum);
d. zaman batu besar (Megalithikum).
2.
Zaman logam, yaitu zaman sewaktu manusia sudah mampu membuat alat-alat
perlengkapan hidupnya dari logam. Teknik pembuatan alat- alat dari logam ini dengan
cara melebur terlebih dahulu bijih-bijih logam yang nanti dituangkan dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan
yang dibutuhkan. Dengan demikian,
zaman logam ini tingkat
kehidupan manusia sudah lebih tinggi
daripada zaman batu.
Zaman logam dibagi atas:
a.
zaman
tembaga,
b.
zaman perunggu, dan
c.
zaman
besi.
Manusia purba adalah jenis manusia yang hidup pada zaman pra-aksara atau prasejarah. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan manusia pada masa pra-aksara dapat kita ketahui dari fosil atau bekas-bekas manusia yang membatu yang ditemukan dalam lapisan bumi plestosin. Indonesia termasuk salah satu negara tempat dimana ditemukan fosil dan artefak manusia purba.
Ilmu bantu sejarah
untuk meneliti fosil manusia, tumbuhan, dan hewan ini adalah paleontologi. Adapun ilmu yang mempelajari manusia
purba adalah paleoantropologi.
D. Manusia Pra-Aksara di Indonesia
1. Pithecantropus
Erectus
Jenis manusia ini ditemukan oleh seorang dokter dari Belanda bernama Eugene Dubois pada tahun
1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggir Bengawan
Solo, tak jauh dari Ngawi (Madiun). Pithecanthropus Erectus diambil
dari kata pithekos =
kera, anthropus = manusia,
erectus = berjalan
tegak. Jadi Pithecanthropus
Erectus artinya manusia-kera yang berjalan
tegak. Jenis manusia ini menurut para ahli kemampua berpikirnya masih rendah karena volume otaknya 900 cc, sedangkan volume otak manusia modern lebih dari 1000cc. Kemudian kalau dibandingkan dengan kera, volume otak kera tertinggi
600 cc. Jadi, jenis manusia purba ini belum mencapai taraf ukuran otak manusia modern. Diperkirakan jenis manusia ini hidup antara 1 juta-600.000 tahun yang lalu atau pada zaman paleolithikum (zaman
batu tua).
Fosil sejenis
Pithecantropus lainnya ditemukan oleh G.H.R Von Koenigswald pada tahun 1936 di dekat Mojokerto. Dari gigi tengkorak diperkirakan usia fosil ini belum melebihi usia 5 tahun. Kemungkinan tengkorak tersebut anak dari Pithecanthropus Erectus dan von Koenigswald menyebutnya dengan nama Pithecantropus Mojokertensis. Von Koenigswald di tempat yang sama menemukan fosil yang diberi nama Pithecantropus Robustus.
2. Meganthropuis
Paleojavanicus
Pada tahun 1941, von Koeningwald di daerah menemukan
sebagian tulang rahang bawah yang jauh lebih besar
dan kuat
dari rahang Pithecanthropus. Geraham-gerahamnya menunjukkan corak-corak kemanusiaan,
tetapi banyak pula sifat keranya. Von Koeningwald
menganggap mahluk ini lebih tua
daripada Pithecanthropus.
Mahluk ini ia beri nama
Meganthropuis Paleojavanicus (mega = besar),
karena bentuk tubuhnya yang
lebih besar. Diperkirakan hidup
pada 2 juta sampai satu juta tahun yang lalu.
3. Homo
Soloensis dan Homo Wajakensis
Von Koenigswald dan Wedenreich menemukan kembali sebelas fosil tengkorak pada tahun 1931-1934 di dekat Desa Ngandong,
lembah Bengawan Solo.
Sebagian dari jumlah fosil itu
telah hancur, tetapi ada beberapa
yang dapat memberikan
informasi bagi penelitiannya.
Von Koeningswald menilai hasil temuannya
ini bahwa
mahluk itu lebih tinggi tingkatannya
daripada Pithecanthropus Erectus,
bahkan sudah dapat dikatakan
manusia. Mahluk ini
oleh von Koeningswald disebut Homo Soloensis (manusia dari Solo).
Selanjutnya di dekat Wajak sebuah desa yang tak jauh
dari Tulungagung Kediri ditemukan sebuah
tengkorak yang disebut Homo Wajakensis. Jenis manusia
purba ini tinggi tubuhnya antara
130–210 cm, dengan berat badan kira-kira 30–150 kg. Mukanya lebar dengan
hidung yang masih lebar, mulutnya masih menonjol.
Dahinya masih menonjol,
walaupun tidak seperti Pithecanthropus. Manusia ini hidup antara 25.000–40.000
tahun yang lalu. Cara hidup jenis Homo ini mengalami
kemajuan dibandingkan jenis sebelumnya. Mereka telah membuat alat-alat dari batu
maupun tulang. Binatang-binatang buruannya yang berhasil ditangkap
dikuliti lalu dibakar.
Umbian-umbian merupakan jenis makanan
dengan cara dimasak. Walaupun masakannya
masih sangat sederhana,
tetapi ini menunjukkan adanya
kemajuan dalam cara
berpikir mereka dibandingkan dengan jenis manusia purba sebelumnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi
di alam
merupakan tantangan
bagi
manusia. Dalam menghadapi tantangan alam maka manusia berpikir bagaimana cara menghadapinya agar dapat bisa bertahan
hidup. Untuk menghadapi tantangan alam
maka manusia menciptakan berbagai alat. Peralatan-peralatan hidup manusia ini mengalami perkembangan,
mulai dari yang sederhana sampai
kepada yang kompleks, misalnya alat-alat dari batu, mulai dari
yang kasar sampai yang halus
bahkan sampai pada bentuknya yang
mulai beragam. Jenis alat yang digunakanpun berkembang, misalnya mulai dari
bahan dari batu sampai dengan logam. Proses perubahan
itu dapat
dikatakan sebagai perubahan budaya yang
dimiliki oleh manusia. Peralatan- peralatan yang diciptakan oleh
manusia merupakan hasil kebudayaannya.
Selain terjadi perubahan
dalam kehidupan budaya, pada diri
manusia terjadi pula perubahan dalam kehidupan sosial-ekonomi.
Secara fitrahnya manusia adalah mahluk sosial, artinya mahluk yang selalu berinteraksi dengan yang lainnya sesama manusia. Interaksi ini
terjadi disebabkan oleh adanya ketergantungan kebutuhan antara yang satu
dengan yang lainnya. Kebutuhan ini bisa berbentuk kebutuhan biologis maupun kebutuhan
materi. Kebutuhan biologis maka
manusia akan melakukan perkawinan sehingga membentuk
suatu keluarga. Antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya saling berhubungan dan membentuk suatu kelompok.
Pembentukan suatu kelompok
pada masa lalu berhubungan
dengan kebutuhan materi. Mereka
secara bersama-sama mencari
makanan yang disediakan
oleh alam. Pencarian makanan secara berkelompok ini penting
karena menyangkut keamanan, sebab pada
saat itu masih banyak binatang buas dan tantangan alam yang sangat keras.
Pembentukan kelompok seperti ini bisa dikatagorikan
ke dalam kebutuhan ekonomi. Dengan
demikian, kebutuhan sosial dan
ekonomi merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Manusia Purba di Dunia
Tempat
Ditemukan
|
Penemu
|
Jenis
manusia purba
|
Chou kou tien, Cina
|
Davidson Black dan Franz
Weidenreich
|
Sinanthropus Pekinensis
(Homo
Pekinensis)
|
Taung Bechunaland, Afrika
Selatan
|
Raymond Dart
|
Austrolopihecus
Africanus
|
Broken Hill, Rhodesia
|
Raymond Dart dan
Robert
Brom
|
Homo Rhodesiensis
|
Heidelberg, Jerman
|
Rudolf Virchow
|
Homo Heidelbergensis atau Homo Neanderthalesis
|
E. Perkembangan Kehidupan Pra-Aksara di Indonesia
Pada saat makanan
(tumbuhan dan binatang) yang disediakan
alam itu
berlimpah maka tingkat kehidupan
manusia pada waktu itu cukup berburu dan mengumpulkan makanan. Tetapi ketika
bahan makanan mulai menipis
dan tidak ada lagi, timbulah kemampuan manusia untuk mengolahnya. Perubahan
yang terjadi pada alam ini,
akan berpengaruh kepada kehidupan manusia.
Mereka tidak lagi hidup
berpindah-pindah (nomaden),
tetapi mulai pada kehidupan yang menetap.
Berikut ini tahapan
kehidupan manusia pada masa
pra-aksara di Indonesia.
Manusia pada masa ini sangat tergantung pada sumber daya
alam. Kebutuhan hidup mereka ada
pada alam. Agar dapat bertahan
hidup, manusia pada masa ini berburu dan mengumpulkan makanan. Untuk itu tidak mengherankan jika mereka hidupnya
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya
yang ada sumber makanan.
Binatang apa yang dapat diburu?
Binatang yang dapat mereka
buru, antara lain babi, rusa,
burung atau menangkap ikan di sungai,
danau dan pantai. Perburuan yang mereka lakukan
di hutan-hutan, di sekitar
daerah di mana mereka tinggal. Binatang yang berhasil
ditangkap biasanya mereka bakar sebelum dimakan.
Dengan demikian pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan, manusia pada masa ini sudah mengenal api.
Selain berburu, mereka juga mengumpulkan
umbi-umbian atau tumbuh- tumbuhan
yang bisa dimakan.
Guna menghadapi tantangan alam yang begitu
keras, terutama dari serangan binatang buas mereka perlu bekerja sama. Tidak
mengherankan jika hidup mereka pada masa ini berkelompok. Dengan berkelompok akan memudahkan
mereka untuk menaklukan binatang buas atau binatang
buruan. Hidup berkelompok memudahkan perburuan
dan keamanan.
Alat apakah yang mereka gunakan untuk berburu
dan mengumpulkan makanan? Berdasarkan alat- alat yang ditemukan manusia purba pada masa ini menggunakan alat dari batu, tulang, dan kayu. Bentuk alat-alat
yang digunakan itu masih kasar dan sangat sederhana.
Contoh alat-alat yang
ditemukan pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan, antara lain chopper. Alat
yang terbuat dari batu ini berupa kapak genggam karena jenis kapak yang
tidak bertangkai. Cara menggunakan kapak ini yaitu dengan
cara digenggam dengan tangan. Adapun fungsinya dapat digunakan untuk memukul atau
menggali. Diperkirakan yang membuat dan menggunakan jenis kampak ini adalah
jenis manusia purba Pithecantrhopus.
Daerah-daerah penemuan jenis kapak genggam
antara lain Pacitan, Sukabumi, Ciamis,
Gombong, Bengkulu, Lahat, Awangbangkal, Cabbenge, Bali, Flores,
dan Timor.
Selain kapak genggam, ditemukan pula
alat lainnya yang terbuat dari
tulang-belulang binatang. Bagian tulang yang
digunakan biasanya bagian tanduk
dan kaki. Alat dari tulang ini dipergunakan untuk mengorek atau menggali
umbi-umbian. Selain untuk mengorek
atau menggali umbi-umbian, alat ini
dapat digunakan sebagai ujung tombak
untuk keperluan perburuan dan
menangkap ikan.
Alat-alat lainnya yang
ditemukan adalah alat- alat serpih atau disebut
dengan flakes. Bentuk alat ini
sederhana dan dibuat kecil-kecil sekali dengan ukuran antara 10-20 cm. Berdasarkan bentuknya,
alat-alat serpih ini berfungsi sebagai pisau, gurdi atau penusuk.
Berdasarkan alat-alat yang
ditemukan, masa berburu dan mengumpulkan
makanan ini masuk pada masa palaeolithikum atau zaman batu
tua. Ciri utama dari zaman
ini, alat-alat dibuat sangat sederhana, kasar dan tidak halus karena belum diasah.
Jenis manusia pendukung masa palaeolithukum adalah jenis pithecantrhopus.
Pada awalnya kehidupan
manusia sangat bergantung pada apa yang disediakan
oleh alam. Tahap kehidupan ini
ada pada
masa berburu
dan mengumpulkan makanan. Perkembangan selanjutnya,
manusia mampu mengolah
alam. Kemampuan awal mengolah alam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
masuk pada masa bercocok tanam.
Pada masa bercocok tanam, manusia pra-aksara
memiliki kemampuan menyediakan makanan dalam jangka waktu
tertentu. Manusia pra-aksara dapat menyediakan makanannya sendiri
karena pada tahap ini, manusia mampu memproduksi tumbuh- tumbuhan dan mengembangbiakan binatang ternak.
Manusia mampu menanam berbagai jenis tumbuhan
yang semula tumbuh liar, seperti
menanam padi dan umbi-umbian. Mereka dapat mengolah tumbuhan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
makanan.
Pada tahap bercocok
tanam, tempat tinggal manusia tidak berpindah-pindah seperti
halnya pada masa berburu dang mengumpulkan
makanan. Pada masa bercocok tanam, manusia secara berkelompok sudah mulai
hidup menetap. Mereka tidak perlu
berpindah-pindah lagi karena persediaan
makanan melalui bercocok tanam sudah tercukupi.
Berhuma merupakan cara bercocok tanam yang
digunakan oleh manusia pra-aksara pada masa itu. Cara berhuma digunakan dengan
membersihkan hutan dan menanaminya. Karena proses berhuma memakan
waktu yang lama, manusia pra-aksara
tinggal di tempat mereka berhuma dan membangun rumah. Rumah itu terbuat
dari kayu. Pada masa itu,
manusia pra-aksara hidup berpindah-pindah.
Ketika tanah yang mereka olah
tidak subur lagi, mereka
pindah berhuma ke tempat lain dan rumah itupun
ditinggalkan. Teknik bercocok
tanam dengan berhuma masih
tetap digunakan sampai saat ini. Teknik berhuma
digunakan pada daerah-daerah yang kurang
dengan sistem perairannya.
Masa bercocok tanam
manusia pra-aksara menghasilkan berbagai alat kehidupan. Alat-alat itu
ada yang terbuat dari batu, tulang, dan kayu. Alat atau benda-benda yang
terbuat dari batu pada masa bercocok tanam ini masuk dalam zaman mesolithikum
(zaman batu pertengahan) dan neolithikum (zaman batu muda).
Berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa bercocok tanam
alat-alat yang dihasilkan sudah mengalami perkembangan. Jika pada masa berburu dan mengumpulkan makanan alat
yang dibuat dari batu masih kasar maka pada masa bercocok tanam alat-alatnya
sudah mulai halus. Berikut ini
benda- benda yang dihasilkan pada
masa bercocok tanam, antara lain sebagai berikut.
a. Kjokkenmoddinger
Salah satu bukti adanya kehidupan
manusia pada pra-aksara adalah ditemukannya kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Denmark (kjokken= dapur, modding= sampah), secara harpiah diartikan sampah-sampah dapur.
kjokkenmoddinger banyak ditemukan
di daerah tepi pantai. adanya kjokkenmoddinger menunjukkan telah adanya penduduk pantai
yang tinggal dalam rumah-rumah yang bertonggak.
Ditemukannya kjokkenmoddinger menunjukan manusia pra-aksara hidupnya tergantung dari hasil- hasil laut, seperti
siput dan kerang.
cara memakan siput itu dengan dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isi bagian kepalanya. Kulit-kulit siput itu tidak dimakan dan dibuang.Kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu menumpuk selama ratusan atau ribuan tahun dan menjadi bukit kerang. Bukit-bukit inilah yang dinamakan kjokkenmoddinger.
Kjokkenmoddinger banyak ditemukannya di sepanjang pantai Sumatera Timur Laut, antara Aceh, Langsa, dan Medan. Pada kjokkenmoddinger itu ditemukan
juga kapak genggam (pebble).
2) Abris
Sous Rosche
Abris sous rosche merupakan gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang. Gua tersebut berfungsi untuk memberikan perlindungan kepada manusia pra-aksara dari hujan dan panas. Alat-alat yang juga ditemukan di Abris Sous Rosche
di antaranya alat-alat dari batu berupa ujung panah dan
flakes, batu-batu penggiling, kapak-kapak yang sudah diasah, alat-alat dari tulang dan tanduk rusa, dan alat- alat dari logam (perunggu dan besi). Tulang belulang manusia pun ditemukan (jenis Papua-Melanesoide) dan binatang.
Abris sous rosche
banyak ditemukan di Gua Lawa dekat Sampung (Ponorogo, Madiun), Bojonegoro, dan Lamoncong (Sulawesi Selatan). Para peneliti yang mengadakan penelitian tentang hal ini, yaitu Stein Callenfels di Gua Lawa, van Heekeren di daerah Basuki, dan Fritz Sarasain dan Paul Sarasin di Lamoncong.
3) Gerabah
Gerabah berasal
dari tanah liat yang dibakar. Cara pembuatannya sangat sederhana, yaitu tanah liat dibentuk dengan menggunakan tangan. Lama- lama cara pembuatan dengan tangan ini mengalami perkembangan. Tanah liat di simpan di atas meja yang menggunakan roda. Meja itu diputar untuk memperoleh bentuk yang lebih baik dan indah. Pada sisi gerabah itu mulai dihias dengan pola hias dan warna. Salah satu jenis hiasan pada gerabah ialah hiasan anyaman. Hiasan itu dibuat dengan menempelkan selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah. Setelah
itu gerabah dijemur dan
selanjutnya dibakar.
4) Kapak Persegi
Alat ini terbuat dari batu api dan ada juga yang dibuat dari chalcedon
yang berbentuk sebuah bidang segi panjang atau berbentuk trapesium. Pengertian kapak di sini bukan hanya benda kapak saja, tetapi jenis alat lainnya yang memiliki berbagai ukuran dan berbagai keperluan, yaitu ukuran yang besar bernama beliung atau pacul, dan ukuran yang kecil bernama tarah yang berfungsi untuk mengerjakan kayu. Alat-alat tersebut memiliki tangkai yang diikatkan. Kemungkinan pembuatan kapak persegi ini dibuat dalam suatu tempat tertentu,
dari tempat itu kemudian dibawa
ke tempat-tempat lain untuk diperjualbelikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan kapak persegi yang ditemukan di tempat-tempat lain yang tidak banyak terdapat
sumber batu api. Kapak persegi banyak ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi,
dan Kalimantan.
Fungsi dari kapak persegi ini ada yang digunakan untuk bercocok tanam, pusaka pada upacara-upacara tertentu, dan alat penukaran karena uang belum dikenal.
5) Kapak
Lonjong
Kapak ini disebut kapak lonjong karena garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong.
Bentuk kapaknya sendiri
bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ukurannya ada yang berukuran besar dan kecil. Ukuran yang besar disebut dengan walzeinbeil dan ukuran kecil disebut
kleinbeil. Kebudayaan kapak lonjong disebut pula kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan di Papua (Irian). Selain di Papua, jenis kapak ini ditemukan pula di daerah lainnya yaitu
di Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak. Berdasarkan tempat ditemukannya kapak lonjong ini, dapat disimpulkan bahwa penyebaran alat ini dari timur, yaitu dari daratan
Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa terus ke timur.
6) Perhiasan
Manusia purba pada masa bercocok
tanam sudah mengenal hiasan. Bahan yang digunakan untuk membuat hiasan berasal dari bahan-bahan yang mudah dicari di sekitar
tempat tinggalnya. Bagi yang tinggal di daerah pantai, mereka membuat hiasan yang berasal dari kulit
kerang. Ada pula hiasan yang terbuat dari terrakota, yaitu tanah liat yang dibakar seperti membuat gerabah. Sedangkan hiasan yang dibuat dari bahan batu berupa gelang,
kalung dan beliung.
7) Pakaian
Manusia pada masa bercocok
tanam diduga sudah mengenal pakaian. Pakaiannya terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang. Bukti penemuan pakaian pada masa pra-aksara ditemukan di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat
lainnya.
Selain alat-alat yang
telah disebutkan di atas, masih terdapat benda-benda lainnya yang dihasilkan,
khususnya benda yang
ada kaitannya
dengan kepercayaan manusia
yang hidup pada masa zaman batu. Kepercayaan masyarakat pada
masa bercocok tanam merupakan perkembangan
dari zaman masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa sebelumnya, manusia purba sudah
mengenal kepercayaan yaitu berupa adanya penguburan. Pada masa becocok tanam
kepercayaan masyarakat ini dibuktikan dengan ditemukannya bangunan-bangunan batu besar atau
disebut megalithikum. Bangunan
megalithikum ini diperkirakan berlangsung sejak zaman
bercocok tanam dan masa perundagian.
Adapun bangunan-bangunan batu pada masa megalithikum
antara lain sebagai berikut.
a) Menhir. Menhir berbentuk
tiang atau tugu batu
tunggal yang didirikan untuk menghormati roh nenek
moyang. Menhir banyak ditemukan di
berbagai tempat di Indonesia seperti di Sumatra Selatan, Sulawesi
Tengah, dan Kalimantan.
b) Dolmen.
Dolmen adalah meja batu yang berkakikan menhir. Dolmen ini berfungsi sebagai
tempat sesaji atau pemujaan kepada roh nenek moyang. Ada pula dolmen
yang berfungsi sebagai peti mayat
yang didalamnya
terdapat tulang belulang manusia, dan
ada yang disertai dengan benda-benda lainnya seperti periuk, gigi
binatang, dan porselen. Benda-benda ini disertakan sebagai bekal bagi yang meninggal.
c) Sarkopagus atau keranda. Bentuknya seperti
palung atau lesung, tetapi mempunyai
tutup. Sarkopagus seperti juga dolmen
yang berfungsi sebagai peti mayat, di dalamnya
terdapat tulang belulang
manusia bersama bekalnya. Sarkofagus
banyak ditemukan di Bali.
d) Kubur batu. Kubur batu berfungsi sebagai
peti mayat, hanya beda bentuknya. Kubur batu dibuat
dari lempengan batu yang disusun
menjadi peti. Kubur batu
antara lain ditemukan di daerah
Kuningan, Jawa Barat dan Gilimanuk, Bali.
e) Punden berundak-undak. Bangunan batu ini tersusun
secara bertingkat-tingkat. Biasanya pada punden
berundak-undak terdapat menhir. Fungsi
bangunan ini sebagai
tempat pemujaan. Punden berundak-undak antara lain ditemukan
di Lebak Sibedug daerah Banten
Selatan.
f) Waruga,
yaitu kubur batu berbentuk kubus
atau bulat, dibuat dari batu
yang utuh. Waruga ditemukan
di daerah Sulawesi Tengah dan Utara.
g) Arca.
Arca-arca megalit menggambarkan binatang atau manusia. Binatang-binatang
yang digambarkan ialah gajah, kerbau, harimau, dan monyet. Arca-arca seperti
ini ditemukan antara lain di Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Lampung.
4. Masa Perundagian
Ciri utama zaman ini adalah adanya kemampuan
pada masyarakat Indonesia dalam pengelolaan logam.
Barang-barang yang digunakan menggunakan bahan
dari logam. Walaupun
sudah mengenal logam, tidak
berarti penggunaan barang-barang
dari batu tidak digunakan.
Masih banyak masyarakat pada zaman ini menggunakan alat-alat dari batu.
Bahan logam persediaannya
masih terbatas. Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan
logam. Butuh keahlian tertentu untuk
mengolah logam. Terbatasnya penggunaan
bahan dari logam, menunjukkan terbentuknya
suatu lapisan sosial. Ada kelompok
tertentu yang mampu
memiliki bahan dari logam. Karena bahan dan keahlian membuat
logam sangat terbatas, maka untuk
memperoleh barang logam tersebut
orang harus membelinya. Besar kemungkinan
pada masa perundagian ini orang sudah melakukan perdagangan bahan logam. Dengan
perdagangan barang dari logam ini masyarakat sudah mulai berinteraksi
dengan dunia luar.
Barang-barang yang dihasilkan
pada masa perundagian ini dengan
cara dicetak. Proses pembuatan logam dilakukan dengan dua
cara, yaitu pertama yang
disebut teknik bivolve. Dalam
teknik yang pertama, yaitu
dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan
berulang kali. Cetakan terdiri atas dua bagian yang diikat. Ke dalam
rongga dalam cetakan dituangkan bijih besi yang
sudah cair. Kemudian cetakan itu
dibuka setelah logamnya mengering.
Cara kedua yaitu
teknik a cire perdue. Proses pencetakan cara ini
yaitu dengan membuat model benda dari lilin. Model
benda dari lilin
ini kemudian ditutup dengan
tanah liat sampai tidak terlihat
bentuknya. Setelah tertutup seluruhnya dengan menyisakan
lubang kecil di ujungnya, tanah liat
itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Karena lilin mencair,
tanah liat itu berongga. Bentuk rongga itu akan sama persis dengan bentuk lilin
yang telah cair.
Tanah liat yang berongga
kemudian diisi dengan cairan logam melalui lobang kecil. Setelah cairan logam
dingin, cetakan tanah liat dipecah. Keluarlah bentuk benda mirip dengan model benda
yang terbuat dari lilin tadi.
Benda-benda yang dihasilkan dari perunggu
adalah sebagai berikut.
a) Nekara. Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu
yang berpinggang
di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup.
Benda ini memiliki nilai seni yang tinggi, terdapat pola hias yang beraneka
ragam. Pola hiasnya yaitu pola
binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar
kijang, gambar harimau dan juga
gambar manusia. Ada juga nekara yang tidak diberi hiasan.
Di Indonesia banyak sekali ditemukan Nekara. Pada beberapa
tempat, nekara dianggap
sebagai barang suci, misalnya nekara yang ditemukan
di Bali, Sumatera, Jawa, Pulau
Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Kepulauan Kei, dan Alor. Di Alor banyak
ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko.
Penemuan nekara dapat menunjukkan adanya hubungan antar wilayah
di Indonesia
dan hubungan dengan dunia luar. Nekara dari Selayar
dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar
binatang seperti gajah,
merak, dan harimau.
Gambar-gambar itu merupakan
binatang yang tidak ada di wilayah Indonesia bagian timur. Hal itu menunjukkan bahwa nekara itu
berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.
Di Sangean terdapat
nekara yang bergambar orang
menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian
orang Tartar. Gambar
ini memberi petunjuk bahwa telah terjadi
hubungan bangsa Indonesia pada
saat itu
dengan Cina. Jadi sejak zaman
peringgu sudah ada hubungan
langsung dengan Cina.
b) Kapak Corong.
Kapak ini terbuat dari logam,
bentuknya yaitu bagian atasnya berbentuk corong
yang sembirnya belah, sedangkan ke
dalam corong itulah dimasukan tangkai
kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Sering pula disebut
dengan kapak sepatu karena hampir
mirip dengan sepatu bentuknya. Di beberapa tempat di Indonesia ditemukan kapak
corong, seperti di Sumatera
Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah
dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani. Ukuran
kapak corong beragam, ada yang
kecil dan sangat
sederhana, ada yang besar
memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat,
dan ada pula yang panjang satu sisinya. Kapak
corong yang panjang
satu sisinya disebut candrasa. Kegunaan kapak ini
tidak semuanya digunakan sebagai alat
sebagaimana layaknya kegunaan kapak, ada juga yang berfungsi sebagai
alat upacara dan hiasan.
c) Bejana. Bejana perunggu adalah sebuah banda yang bentuknya
mirip seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai.
Ditemukan di daerah Madura dan Sumatera. Pola hiasan benda
ini berupa pola hias
anyaman dan huruf L.
d) Arca-arca Perunggu.
Seni menuangkan cairan logam
untuk membuat arca sudah berkembang pada masa ini. Bentuk patungnya beragam,
ada bentuk manusia dan binatang. Bentuj
manusia ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah.
Sedangkan bentuk binatang berupa arca
kerbau yang sedang berbaring,
kudang sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Arca-arca tersebut
ditemukan di Bangkinang, Lumajang, Palembang, dan Bogor
e) Perhiasan. Perhiasan
yang dibuat pada masa ini berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan bandul kalung. Benda-benda tersebut pada umunya tidak diberi pola hias. Ada beberapa yang diberi pola hias, seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ada pula cincin yang sangat kecil yang tidak bisa dimasukan ke dalam jari anak-anak. Cincin ini mungkin Berfungsi sebagai alat tukar. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda perhiasan, antara lain
di Bogor, Malang, dan Bali.
No comments:
Post a Comment