LANDASAN ZAKAT
1. Dalil Naqli
Dalam beberapa
ayat Al-Qur’ân, perintah berzakat
selalu disebut beriringan dengan sholat. Seperti firman Allah :
(١١ :٩\ﺔﺑﻮﺘﻟا) .ﻦﯾﺪﻟا ﻰﻓ ﻢﻜﻧ اﻮﺧﺎﻓ ةﻮﻛﺰﻟا اﻮﺗاو ةﻼﺼﻟا اﻮﻣﺎﻗاو اﻮﺑﺎﺗ
نﺎﻓ
Artinya : “Jika
mereka bertaubat,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka mereka saudara seagama bagimu”.
Penyebutan shalat
dan zakat secara beriringan dalam satu ayat dalam Al-Qur’ân sebanyak 27 kali dari 30 ayat yang membicarakan tentang zakat secara definitif
(ma ’rifah).11 Hal ini mengindikasikan bahwa kewajiban shalat dan zakat merupakan satu kesatuan yang integral sehingga tidak dapat dipisahkan antara keduanya bagi orang yang berkewajiban melaksanakannya. Dalam ayat di
atas, indikasi seseorang dikatakan saudara seagama adalah dengan refleksi pelaksanaan shalat dan zakat. Makna yang terkandung
di dalamnya
adalah seorang muslim harus
memadukan hubungan yang baik secara vertikal dan horizontal, atau dengan term hablun min Alla h wa
ha blun min al-nâ s. Ha blun min al-nâs, secara lebih spesifik,
akan berimplikasi kepada tumbuhnya kepedulian sosial, yaitu bagaimana merespons
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Kewajiban melaksanakan zakat memiliki landasan yang sangat kuat. Allah
swt. memerintahkannya dalam Al-Qur’ân dengan menggunakan beberapa term yang berbeda :
Dalam Q.S. al-Rûm : 39 digunakan istilah zakat itu sendiri ;
ةﻮﻛز ﻦﻣ ﻢﺘﯿﺗاء ﺎﻣو ﷲا ﺪﻨﻋ اﻮﺑﺮﯾ ﻼﻓ سﺎﻨﻟا لاﻮﻣا ﻲﻓ اﻮﺑﺮﯿﻟ ﺎﺑر ﻦﻣ ﻢﺘﯿﺗاء ﺎﻣو
(٣٩ :٣٠\موﺮﻟا) .نﻮﻔﻌﻀﻤﻟا ﻢﻫ ﻚﺌﻟوﺄﻓ ﷲا ﻪﺟو نوﺪﯾﺮﺗ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia,
maka riba
itu
tidak
menambah pada sisi Allah.
Dan yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan hartanya.”
Dalam Q.S. al-Taubah : 103 digunakan istilah sha daqah ;
“Ambillah sha daqah (zakat) dari
sebagian
harta
mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman
jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dalam Q.S. al-Taubah : 34 digunakan istilah infâq ;
.ﻢﯿﻟا باﺬﻌﺑ ﻢﻫﺮﺸﺒﻓ ﷲا ﻞﯿﺒﺳ ﻰﻓ ﺎﻬﻧﻮﻘﻔﻨﯾﻻو ﺔﻀﻔﻟاو ﺐﻫﺬﻟا نوﺰﻨﻜﯾ ﻦﯾﺬﻟاو
(٣٤ :٩\ﺔﺑﻮﺘﻟا)
“ … Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya
(mengeluarkan zakat) di jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih.”
Dalam Q.S. al-An’âm : 141 digunakan istilah haq :
(١٤١ :٦\مﺎﻌﻧﻻا) .هدﺎﺼﺣ مﻮﯾ
ﻪﻘﺣ اﻮﺗأو
“… dan tunaikanlah haknya (zakat) pada waktu memetik…”
Menurut Didin Hafidhuddin, dipergunakannya istilah lain dengan maksud zakat karena memiliki kaitan yang sangat kuat. Zakat disebut sha daqah karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah untuk mendekatkan
diri (taqa rrub) kepada Allah swt. Zakat disebut infâq karena hakikatnya zakat itu adalah penyerahan harta untuk
kebajikan-kebajikan yang
diperintahkan
Allah
swt. Disebut
dengan haq karena memang harta zakat itu merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah swt. yang harus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq).12
2. Hukum Positif
Hukum positif adalah peraturan perundang-undangan mengenai suatu masalah
yang disahkan oleh pemerintah sehingga menjadi legal-formal secara kenegaraan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 menyebutkan dalam;
1. BAB I, Pasal 2 :
“Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.”
2. BAB I, Pasal 1, Ayat 2 :
“Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.”
3. BAB IV, Pasal 11 :
(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai zakat adalah;
a. Emas, perak, dan uang.
b. Perdagangan dan perusahaan.
c.Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. d. Hasil pertambangan.
e. Hasil peternakan.
f. Hasil pendapatan dan jasa. g. Rikaz.
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishâb,
kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.
No comments:
Post a Comment