Menanamkan Kebaikan
Tanpa Pamrih Bagi Pendidik
Seorang pendidik walaupun
telah
berusaha menjadi pendidik yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil
dalam membantu perkembangan
anak, karena banyak
faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan di rumah,
pengaruh kawan,
dan
sebagainya. Namun dengan memberikan
layanan pendidikan
dan bimbingan yang penuh perhatian, kasih sayang, siswa akan menjadi lebih baik. Lebih-lebih pada pendidikan anak usia dini, hasil
pendidikan
tidak akan
segera nampak hasilnya.
Ada sebuah teori
yang
disebut sleeper effect, yang menyatakan bahwa efek pendidikan,
hasilnya baru terlihat beberapa tahun kemudian.
Oleh karena itu satu
karakter penting untuk dimiliki pendidik adalah “mendidik (menanam
kebaikan) tanpa pamrih”
Ada sebuah kisah tentang Johny Appleseed, mudah- mudahan
cerita
ini dapat
memberikan
inspirasi pada semua pendidik untuk menebarkan benih kebajikan walapun tidak tahu bagaimana hasilnya nanti: “Alkisah ada seorang bernama Johny yang senang berkelana.
Ia selalu mengantongi segenggam biji apel dikantongnya.
Kemanapun ia pergi, ia selalu menebar biji apel, sehingga
ia terkenal dengan Johny Appleseed. Ia tidak berpikir apakah benih yang ditebarkan
akan tumbuh dan ia juga tidak berniat
menikmati buahnya, atau berteduh
di bawahnya. Apa yang dilakukan
Johny the Appleseed ternyata menumbuhkan beribu- ribu pohon apel
yang mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.”
Ada sebuah teori yang
dapat memberikan inspirasi mengenai dampak berkelanjutan dari
menanam sebuah kebajikan, walau sekecil apapun, yaitu Chaos Theory (Teori Chaos) dari James Gleick, yang mengenalkan konsep efek kupu-kupu (Butterfly effect) yang berbunyi : seekor kupu- kupu yang mengepakkan udara dengan sayapnya hari ini
di Beijing, dapat menyebabkan tornado di New York
tahun
depan. Konsep ini mengajarkan kepada kita
bahwa sekecil
apapun tindakan sekarang, akan mempunyai dampak besar di
kemudian hari. Konsep ini memberikan peringatan kepada
kita untuk berhati-hati dalam berpikir, berkata dan bertindak,
karena kita tidak dapat memprediksi
bagaimana dampak
hebatnya di masa depan.
Dalam Chaos
Theory diterangkan mengapa sebuah kepakan sayap kupu-kupu bisa membentuk pola (pattern) yang khas. Pernahkan kita
bayangkan mengapa Austria melahirkan orang-orang jenius dan kreatif, seperti para komposer dunia John Strauss, Mozart, Schubert dan Mahler. Psikolog Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara
Singapura bebas korupsi,
atau warga Korea di Seoul
yang
turun ke jalan berpesta pora merayakan
kemenangan tim
sepak bolanya masuk ke final, tetapi tidak membuat satu pohonpun patah, tidak
ada
satu pot bungapun rusak, dan
tidak ada satu pun botol minuman yang tergeletak
di jalan.
Terbentuknya sebuah pola dalam Chaos
Theory diterangkan
oleh
adanya sebuah konsep : Strange attractor yaitu magnet yang dapat menarik apa saja yang mempunyai
kualitas yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan, misalnya :
Adanya kerumunan
burung
dari
berbagai jenis yang
sedang makan biji-bijian yang tersebar di
atas tanah. Tiba-
tiba
ada sebuah kejutan yang menyebabkan semua
burung beterbangan. Sudah dapat dipastikan bahwa burung akan terbang bersama burung-burung
lainnya yang
sejenis dan
tidak pernah masuk dalam kelompok burung lain.
Adanya daya tarik yang aneh (strange attractor) dalam sebuah sistem sosial akan menjadi daya tarik bagi
mereka yang memang pada prinsipnya mempunyai kualitas yang
sama dengan daya tarik itu. Semakin banyak orang
tertarik
dan
berkumpul dalam kerumunan sistem itu, maka akan membentuk sebuah
pola
dengan ciri khas perilakunya. Sebuah organisasi yang korup, akan menarik orang-orang yang tidak jujur karena tertarik oleh daya magnet perilaku
korup. Begitu pula organisasi yang baik bisa menjadi magnet
yang
dapat menarik
orang-orang
baik
untuk berkumpul
bersama melakukan kebajikan. Namun mungkin saja dalam suatu kerumunan baik akan terdapat beberapa orang yang tidak baik, begitu pula sebaliknya, karena disebut teori chaos atau teori kekacauan.
Biasanya orang-orang yang baik
dalam kerumunan jahat
suatu saat akan terlempar dari sistem sosial yang ada
sekarang karena mereka tidak tahan hidup di tengah–tengah kerumunan orang
yang
pola
tingkahlakunya bertentangan
dengan hati nuraninya. Begitu pula orang-orang tidak baik berada dalam kerumunan orang baik suatu saat akan terlempar
keluar.
Orang-orang yang baik terlempar dari kerumunan
buruk
adalah mereka yang mempunyai lentera
hati nurani yang terang benderang sehingga dapat
menjadi strange attractor baru yang dapat
menarik orang yang berkepribadian sama. Selanjutnya dapat
mengubah sistem sosial yang
ada menjadi
pola baru yang positif.
Begitu pula, para
pendidik yang mempunyai nurani yang
kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi pendidikan yang buruk, sehingga
akan terlempar
dari sistem tersebut, dan berani untuk
memulai suatu yang berbeda
dan mau mengadakan
“perubahan” siapa
tahu
para pendidik yang menyadari
fungsinya sebagai “pendidik,
membangun citra positif anak” akan berkumpul bersama
bahu membahu membentuk
karakter anak didiknya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam melaksanakan tugasnya
senantiasa mengedepankan kode etik “menanam kebaikan tanpa
pamrih
mencintai anak”, dengan
asah, asih, dan asuh, mendidik dan mengasuh dengan kasih sayang
semata
karena amanah Tuhan Yang Maha Kuasa.
No comments:
Post a Comment