PENGETIAN, PRINSIP DAN SUMBER EKONOMI ISLAM
Pengertian
Ekonomi Islam
Secara
Etimologi istilah ekonomi dari “oikonomeia“
(Greek atau Yunani). Kata “oikonomia” berasal
dari dua kata, yaitu “oikos” yang
berarti rumah dan “nomos” yang
berarti aturan. Kita dapat mengatakannya sebagai ilmu ekonomi, yang berarti
ilmu rumah tangga, yang dalam bahasa Inggris disebut “economics”.
Secara terminologi, Samuelson
(1973) merumuskan: “Ilmu ekonomi adalah, "Ilmu yang
didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumber-sumber produktif yang
langka untuk memproduksi barang-barang, dan jasa serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi".
Pada uraian selanjutnya, kita akan menggunakan kata rumah
tangga dalam konteks rumah tangga (suami
istri), rumah tangga masyarakat, rumah
tangga negara. Ini berarti bahwa kegiatan itu melibatkan
anggota keluarga yang mampu dalam menghasilkan barang dan jasa, pada gilirannya
seluruh anggota keluarga yang ada ikut menikmati apa yang mereka peroleh.
Kegiatan ini kemudian menyebar ke seluruh populasi rumah tangga yang kemudian
menjadi suatu kelompok yang diperintah oleh pemerintahan suatu negara. Oleh
karena itu, yang dimaksud kata "Ekonomi" disini bukanlah makna bahasa
yang berarti hemat, juga bukan berarti kekayaan, akan tetapi dimaksudkan sebagai
makna istilah untuk suatu sebutan tertentu, yaitu kegiatan mengatur urusan
harta kekayaan. Abû Bakar bin
Abûdunyâ, seorang ulama
abad keempat Hijriyah, menyebut hal ini dengan istilah Ishlâhu
al-Mâl yang diangkat dari beberapa hadis
dan atsar shâhabîy. Pengaturan urusan rumah tangga ini mencakup 3 (tiga) sub
sistem yang secara keseluruhannya disebut sistem ekonomi. Urusan memperbanyak
kekayaan dan memelihara pengadaannya disebut sub sistem produksi, tata cara
mengkonsumsikannya disebut sub sistem konsumsi, dan yang berhubungan dengan
tata cara pendistribusiannya tercakup dalam sub sistem distribusi.
Apabila
kita cermati definisi
ekonomi dengan pengertian agama, maka,
menurut M. Abdullâh Daraz, agama dapat dikatakan sebagai, a chart of conduct (peta aturan
perbuatan). Dari definisi tentang agama, kita kini dapat mencermati bahwa
bidang-bidang pembahasan dalam ekonomi yang mencakup produksi, konsumsi dan
distribusi merupakan sub gugus dari agama (dîn).
Oleh karena itu kita dapat memaklumi apabila ada yang berpendapat bahwa setiap
agama seyogyanya mempunyai cara- cara tentang bagaimana manusia mengorganisasi
kegiatan ekonominya. Niat untuk memajukan ekonomi, memproduksi barang dan jasa
dalam kegiatan produksi, dan mengkonsumsi hasil-hasil produksi serta
mendistribusikannya, dengan demikian seharusnya berpijak kepada ajaran agama.
Artinya, apabila kita mengacu pada ajaran Islam, tujuan hidup mardhatillâh harus mendasari (mengilhami
dan mengarahkan) konsistensi
antara niat (lillâhi ta'âlâ) dan cara-cara
(kaifiyât) untuk memperoleh
tujuan berekonomi. Dalam kaitan ini, Metwally mendefinisikan ekonomi Islami sebagai,
"Ilmu yang mempelajari perilaku muslim dalam suatu masyarakat Islam yang
mengikuti al-Qur’ân, al-Sunnah, Ijma dan Qiyas".
Tak jauh berbeda dengan Metwally, Muhammad Abdul Mannan7 berpendapat bahwa ilmu
ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Selanjutnya
Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan
bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu:
al- Quran, al-Sunnah, Ijma' dan Qiyas.
Sementara itu Murasa Sarkaniputra mengatakan bahwa, ilmu
ekonomi Islam adalah,
ilmu yang mempelajari
tata kehidupan kemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai
ridho Allah. Definisi ini mencakup tiga domain, yaitu (1)
domain tata kehidupan, (2) domain pemenuhan kebutuhan, dan (3) domain ridho
Allah. Semuanya ini diilhami oleh nilai-nilai Islam yang bersumberkan al-
Quran, al-Sunnah, Ijma' dan Qiyas.
Sumber-sumber ekonomi Islam
Sumber-sumber
ekonomi Islam adalah al-Quran dan al-Hadis yang mengajak kepada kita untuk
beramal dan beriman menjadikan kita untuk bertakwa kepada Allah untuk menggapai
ridho-Nya. Al-Quran dan al- Hadis merupakan sumber pokok dan utama sedangkan
Ijma' dan Qiyas merupakan pelengkap. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi
lainnya. Ekonomi Islam dilandasi kepada postulat iman dan ibadah. Ekonomi Islam
tidak hanya bertujuan materialisitis belaka, akan tetapi juga tujuan ukhrawi
yang kekal abadi dengan tidak melupakan bagian dunia. Islam adalah agama yang
universal (Rahmatan li al-‘Alamîn),
artinya agama yang mengatur kehidupan dunia sampai ke alam akhirat nanti.
Universal juga berarti sangat menyeluruh artinya tidak hanya mengatur urusan
ibadah ritual belaka (ibadah mahdhoh),
akan tetapi mengatur hubungan manusia dengan
manusia (ibadah ghairu mahdhoh) yang
berupa mu’âmalât, seperti pembangunan ekonomi serta industri perbankan
sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.
Maksud
dari gambar di atas adalah al-Qurân dan al-Hadis sebagai sumber dari hukum
Islam memerintahkan kepada ummat Islam untuk beriman dan dan bertakwa yang dibuktikan dengan amal sholeh
dalam hal ini adalah bermuamalat dengan cara Islam menuju ridho Allah.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan
prinsip atau motif ekonomi, memang tidak terdapat perbedaan antara sistem
ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Hal itu disebabkan karena semua
sistem ekonomi termasuk sistem ekonomi Islam bekerja atas: (1) tujuan yang sama
yaitu mencari pemuasan berbagai kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan hidup
masyarakat secara luas. Selain dari itu sistem ekonomi bekerja menurut (2)
prinsip dan motif ekonomi yang sama, yaitu setiap orang atau masyarakat akan
berusaha untuk mencapai hasil yang sebesar- besarnya dengan tenaga dan ongkos
yang sekecil-kecilnya dan waktu yang sesingkat-singkatnya. Sekalipun demikian jika
dilihat dari keperluan hidup manusia yang harus dipenuhi dengan kegiatan
ekonomi tersebut dan batasan-batasan yang ada, maka akan terlihat sejumlah
perbedaan- perbedaan tersebut adanya berbagai sistem ekonomi di dunia ini yang
mempengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi masyarakat saat ini.
Sistem
ekonomi Islam yang dikembangkan seiring dengan kegagalan dari sistem
ekonomi kapitalis dan sosialis
yang sudah terbukti tida memberikan
solusi terhadap permasalahan hidup masyarakat saat ini. Sistem ekonomi
Islam yang dimaksud adalah sistem ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi
yang menjadi pedoman kerja, dipengaruhi atau dibatasi dengan ajaran Islam.
Perbedaan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain dikarenakan Islam
yang berbeda dengan agama lain, dalam hal dibatasi oleh postulat-postulat iman
dan ibadah. Menurut Metwally, prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam ekonomi Islam diantaranya :
a. Dalam ekonomi Islam berbagai sumber daya
dipandang sebagai titipan atau pemberian dari Tuhan kepada manusia.
Dan manusia harus memanfaatkannya seefesien mungkin dan seoptimal mungkin dalam
produksi guna memenuhi kesejahteraan hidup di dunia, yaitu untuk diri sendiri
dan orang lain.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu, termasuk
kepemilikan alat-alat produksi
dan faktor produksi, pertama,
kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, kedua, Islam menolak setiap pendapatan
yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang bisa menimbulkan kerusakan
pada masyarakat.
c.
Kekuatan penggerak ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang Muslim apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima
upah, dan lain sebagainya harus berpegang pada tuntunan Allah Swt., Firman
Allah dalam al-Qurân: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan bathil, kecuali
dengan jalan perdagangan yang dilakukan
suka sama suka diantara kalian…”(QS. an-Nisa’/4: 29)
d. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan
sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Firman Allah Swt : “Apa
yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk
negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang miskin, dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu
jangan hanya beredar di kalangan orang-orang
kaya saja di antara kalian…”(QS. al-Hasyr/59: 7)
e.
Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan
penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini
didasari oleh Hadis Nabi bahwa, “Masyarakat
punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.” Sunnah nabi tersebut
menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air,
bahan tambang bahkan bahan makanan harus dikelola oleh perusahaan negara. Tidak
seperti ekonomi pasar bebas, dimana pemilikan segala jenis industri didominasi
oleh monopoli dan oligopoly
individu atau sekelompok orang saja.
f. Seorang
Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat. Sesuai dengan firman Allah Swt :”Dan takutlah pada hari sewaktu kamu
dikembalikan kepada Allah, kemudin masing-masing diberikan balasan yang
sempurna terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dan mereka`tidak
teraniaya…”(QS. al-Baqarah 2:281)
g.
Seorang Muslim yang
kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab)
dan syarat-syarat tertentu,
diwajibkan membayar zakat. Zakat
merupakan sarana distribusi kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin
dan orang-orang yang membutuhkan.
h. Islam
melarang setiap pembayaran bunga (Riba)
atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman tersebut berasal dari teman,
perusahaan perorangan, pemerintah
ataupun institusi lainnya. Firman Allah: “Dan suatu
riba (tambahan) yang
kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, maka
riba itu tidak bertambah di sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat
Yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah. Maka mereka itulah orang-orang yang
melipatgandakan pahalanya.” (QS. al-Rum, 30:39)
No comments:
Post a Comment