Peran Amil dalam Pengelolaan Zakat
Seperti yang telah disebutkan dalam sasaran zakat,
bahwa ‘âmil disebutkan
dalam Al-Qur’ân setelah faqîr dan miskin. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran ‘âmil dalam pengelolaan zakat.
Mengenai pentingnya ‘âmil zakat ini, S.A.Irsyad mengatakan bahwa lembaga zakat harus diorganisir dan
dananya harus dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk tujuan penghapusan kemiskinan dari masyarakat. Tidak ada sistem ekonomi lain selain zakat di
dunia ini yang telah memecahkan masalah uang menganggur yang bertimbun, yang tetap tidak produktif dan tidak memberikan keuntungan bagi kesejahteraan
masyarakat. Apalagi zakat merupakan cara yang paling efektif untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat.
Sehubungan dengan itu, zakat produktif akan lebih efektif jika pengelolaannya tidak dilaksanakan secara individual akan tetapi diserahkan kepada ‘â mil zakat. Karena pelaksanaan zakat produktif memerlukan keahlian dan fokus tersendiri untuk mencapai keberhasilan
dalam mengentaskan kemiskinan. Sedangkan muza kki
secara individual dengan segala aktifitas kehidupannya sehari-hari memiliki keterbatasan dalam hal itu. Oleh karena itu, keberadaan ‘âmil zakat dengan berbagai tugasnya perlu diberdayakan demi tujuan utama zakat itu sendiri.
Peran ‘â mil dalam pendayagunaan
zakat
disebutkan
dalam UU RI Pasal 16 sebagai berikut :
(1)
Hasil pengumpulan
zakat
didayagunakan
untuk mustahik
sesuai dengan ketentuan agama.
(2)
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
Para ‘âmil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan yang semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakat.
Kemudian
mengetahui para mustahiq
zakat. Berapa
jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, berapa besar biaya yang dapat mencukupi, serta hal-hal lain yang
merupakan
urusan yang perlu
ditangani
secara
sempurna
oleh para
ahli dan petugas serta pembantunya.
Secara garis besar, tugas-tugas ‘âmil tersebut dibagi menjadi dua bagian; yaitu bagian pengumpul zakat
dan bagian penyalur zakat. Para petugas pengumpul zakat melaksanakan tugas mereka seperti tugas para penagih pajak pada zaman sekarang. Di antara tugas itu adalah melakukan
sensus terhadap orang-orang yang
wajib zakat, macam harta yang mereka
miliki,
dan besar
harta
yang wajib
dizakati.
Kemudian menagihnya dari para wajib zakat, lalu menyimpan dan menjaganya untuk kemudian diserahkan kepada pengurus penyalur zakat.
Mengenai macam-macam harta, petugas pengumpul zakat harus mengetahui klasifikasi harta dengan jumlah prosentase zakatnya seperti berikut ini :
a.
Bagian harta
rikaz
dan
barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya seperlima (20%).
b.
Bagian biji-bijian dan buah-buahan, kewajiban zakatnya adalah sepersepuluh (10%) jika pengairannya dengan tadah hujan, dan seperduapuluh (5%) jika
pengairannya dengan usaha sendiri.
c.
Bagian soal uang dan harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya seperempat
puluh (2,5%).
d.
Bagian hewan ternak seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing dengan ketentuannya masing-masing.
Adapun petugas bagian penyalur zakat bertugas memilih cara yang paling baik untuk mengetahui para mustahiq zakat, kemudian melaksanakan klasifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak mereka. Juga menghitung jumlah kebutuhan mereka d an
jumlah biaya yang cukup untuk mereka. Akhirnya meletakkan dasar-dasar yang sehat dalam pembagian zakat tersebut sesuai dengan jumlah dan kondisi sosialnya.
Mengenai persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sudah diatur dalam Keputusan Menteri
Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 Tentang
Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999, Pasal 28 dan 29;59
Pasal 28
1)
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a.
Hasil pendataan
dan
penelitian kebenaran mustahik
delapan
asnaf
yaitu faqîr, miskin, ‘âmil, mu’a llaf, riqâb, ghâ rim, sabîlillâh, dan ibnussabîl.
b.
Mendahulukan orang-orang
yang paling
tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c.
Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
2)
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a.
Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah
terpenuhi dan ternyata masih ada kelebihan.
b.
Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c.
Mendapat pesetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Pasal 29
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut :
a. Melakukan studi kelayakan.
b. Menetapkan jenis usaha produktif.
c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.
d. Melakukan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan.
e. Mengadakan evaluasi.
f. Membuat pelaporan.
No comments:
Post a Comment