PERKEMBANGAN
KERAJAAN – KERAJAAN
HINDU
– BUDHA DI INDONESIA
Pada sekitar tahun 1500 sebelum
masehi, bangsa Arya berhasil menaklukan bangsa Dravida di India. Kemudian lahir
agama Hindu yang merupakan gabungan antara kepercayaan bangsa Arya dan kepercayaan
bangsa Dravida.
Agama Hindu mempunyai banyak dewa,
namun yang lebih terkenal adalah Trimurti yang terdiri dari Dewa
Brahmana (Dewa Pencipta), Dewa Syiwa (Dewa Perusak) dan Dewa
Wisnu (Dewa Pelindung).
Ada 4 kasta dalam agam
hindu,diantaranya :
1. Kasta
Brahmana,
merupakan kasta tertinggi dan bertugas untuk menjalankan upacara-upacara
keagamaan. Yang termasuk dalam kasta ini adalah para Brahmana.
2. Kasta
Ksatria,
bertugas untuk menjalankan roda pemerintahan. Yang termasuk kasta ini adalah
para raja, prajurit dan bangsawan.
3. Kasta
Waisya,
merupakan kasta dari golongan rakyat jelata seperti para petani dan pedagang.
4. Kasta
Sudra,
kasta yang paling rendah seperti para budak.
Tujuan dari pembentukan kasta adalah
untuk menjaga kemurnian ras bangsa Arya yang dianggap ras paling baik,
dibandingkan dengan ras bangsa Dravidayang dianggap paling rendah.
Pada awalnya, Budha bukan merupakan
sebuah agama, tetapi hanya merupakan suatu paham (aliran) dalam agama Hindu
yang disebut Budhisme. Ajaran Budhisme muncul sebagai protes terhadap sistem
perbedaan kasta, terutama terhadapn kasta Brahmana yang dianggap terlalu banyak
mempunyai hak-hak istimewa, dan kasta-kasta lain yang dianggap terlalu
membedakan kedudukan seseorang.
Paham Budhisme dikembangkan oleh
Sidharta Budha Gautama, seorang putra raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu,
yang termasuk suku bangsa Sakya. Yang kemudian ajarannya berkembang menjadi
agama Budha.
Seluruh ajaran agama Budha terdapat
dalam kitab Tripitaka, yang terdiri atas :
1. Winayapitaka,
berisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para pemeluk
agama Budha.
2. Sutrantapitaka,
berisi tentang wejangan-wejangan dari sang Budha.
3. Abhidharmapitaka,
berisi tentang penjelasan dan uraian mengenai agama Budha.
Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu Budha di
Indonesia
Proses masuknya pengaruh agama Hindu
dan Budha ke Indonesia terjadi sekitar abad ke 4 masehi melalui hubungan
perdagangan dengan para pedagang dari India. Hal ini diperkuat dengan
diketemukannya prasasti peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan
kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Masyarakat Indonesia yang paling awal
menerima pengaruh dan menganut agama Hindu adalah para raja beserta
keluarganya, bangsawan dan prajurit, karena merupakan kasta yang terhormat, baru
kemudian rakyat jelata.
Agama Hindu dan Budha yang
berkembang di Indonesia berbeda dengan yang berkembang di India. Agama dan
kebudayaan Hindu Budha disesuaikan dengan kebudayaan dan kepercayaan asli
bangsa Indonesia yang berintikan pada ajaran pemujaan roh leluhur (animisme dan
dinamisme). Dalam bidang sastra pun terjadi penyesuaian misalnya huruf Pallawa
berubah menjadi huruf Kawi dan huruf Jawa Kuno. Demikian pula dalam bentuk dan
seni bangunan, candi di Indonesia berbeda dengan di India.
Perkembangan Masyarakat, Kebudayaan dan Pemerintahan pada
Masa Hindu Budha di Indonesia
1.
Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur
Kerajaan
Kutai berdiri sekitar tahun 400-500 masehi, dengan pusat pemerintahan
terletak di aliran sungai Mahakam Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai merupakan
kerajaan tertua di Indonesia dan kerajaan bercorak Hindu.
Raja pertamanya adalah Kudungga, sedangkan raja yang terkenal adalah Raja
Mulawarman, anak dari Aswawarman, cucu dari Kudungga.
Raja
Mulawarman adalah penganut Hindu Syiwa. Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti
dari salah satu prasastinya yang menyebutkan tempat suci Waprakeswara, yaitu
tempat suci yang selalu berhubungan dengan Trimurti (Brahmana, Wisnu dan
Syiwa).
Sumber
sejarah kerajaan Kutai berupa tujuh buah Yupa (tugu batu bertulis untuk
peringatan upacara korban) yang diketemukan di Muarakaman daerah aliran sungai
Mahakam. Yupa ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa
Sansakerta.
Kerajaan
Kutai mengalami perkembangan yang pesat karena letaknya yang strategis, yaitu
sebagai persinggahan kapal-kapal yang menempuh perjalanan melalui selat
Makasar.
2.
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat
Kerajaan
Tarumanegara berdiri sekitar abad ke 5 masehi, dengan pusat kerajaan di
Lembah Sungai Citarum Bogor, Jawa Barat. Kerajaan tarumanegara merupakan
kerajaan Hindu tertua di Jawa Barat. Raja yang terkenal bernama Purnawarman.
Sumber
sejarah kerajaan Tarumanegara berupa :
a. Prasasti
Ciaruteun, diketemukan di Bogor. Pada prasasti ini terdapat bekas telapak kaki
Raja Purnawarman yang beragama Hindu.
b. Prasasti
Kebon Kopi, diketemukan di Bogor
c. Prasasti
Jambu, diketemukan di Bogor. Berisi tentang nama raja kerajaan Tarumanegara
yang bernama Purnawarman.
d. Prasasti
Pasir Awi, diketemukan di Bogor
e. Prasasti
Muara Cianten, diketemukan di Bogor
f. Prasasti
Tugu, diketemukan di Cilincing, Jakarta. Berisi tentang letak ibukota kerajaan
Tarumanegara.
g. Prasasti
Cidanghiang (Munjul), diketemukan di Lebak, Banten.
Kerajaan
Tarumanegara sudah mengenal sistem irigasi dan pencegahan banjir yang baik, hal
ini terungkap melalui prasasti Tugu, yang menerangkan penggalian sungai
Cabdraraga oleh Rajadirajaguru dan penggalian sungai Gomati oleh Purnawarman
yang dimaksudkan uintuk menghindari bencana banjir dan kekeringan yang terjadi
di musim kemarau.
3.
Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dan Jawa Timur
Kerajaan
Mataram Kuno berdiri sekitar abad ke 8 masehi atau sekitar tahun 732 masehi,
dengan pusat kerajaan di Medang Kamulan sedangkan wilayah kekuasaannya meliputi
Magelang, Muntilan, Sleman dan Yogyakarta. Raja pertamanya adalah Raja Sanjaya,
seorang penganut Hindu.
Sumber
sejarah utama kerajaan Mataram Kuno :
a.
Prasasti Canggal
Prasasti Canggal diketemukan di
Gunung Wukir, berangka 732 masehi, yang ditulis dengan huruf Pallawa dan
menggunakan bahasa Sansakerta. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian
sebuah Lingga di desa Kunjarakunja yang bertujuan untuk memuja dewa Syiwa.
Dalam prasasti ini juga dijelaskan bahwa sebelum Sanjaya naik takhta, pulau
Jawa diperintah oleh Raja Sanna.
b.
Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung atau Prasasti Mantyasih
Prasasti ini terbuat dari perunggu
dan berangka tahun 907 masehi. Prasasti ini berisi tentang pengganri Raja sanjaya,
yaitu Rakai Panangkaran, selai itu dalam prasasti ini juga disebutkan tentang
nama-nama raja Mataram kuno.
Agama Budha masuk ke Jawa Tengah
pada masa pemerintahan Raja Panangkaran, dan dari keturunan Syailendra sudah
ada yang memeluk agama Budha. Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir, keluarga
Syailendra terpecah menjadi dua :
a.
Kerajaan Mataram Kunmo yang Bercorak Hindu
Daerah kekuasaannya berada di Jawa
Tengah bagian utara. Raja-rajanya yaitu Panunggalan, Warak Garung, dan Rakai
Pikatan. Raja-rajanya termasuk kedalam Dinasti Sanjaya. Peninggalan yang berupa
candi, yaitu komplek Candi Dieng (Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Puntadewa,
Candi Nakula dan Candi Sadewa) yang dibangun oleh Dinasti Sanjaya.
b.
Kerajaan Mataram Kuno yang Bercorak Budha
Deerah kekuasaannya berada di Jawa
Tengah bagian selatan. Raja-rajanya yaitu, Dharanendra, Samaratungga,
Pramodhawardhani dan Balaputra dewa. Raja-rajanya termasuk Dinasti Syailendra.
Peninggalannya berupa candi, yaitu Candi Sewu, Candi Sari, Candi Pawon, Candi
Mendhut, Candi Kalasan dan Candi Borobudur yang dibangun oleh Dinasti
Syailendra.
Kerajaan Mataram Kuno disatukan kembali pada masa rakai Pikatan, karena Rakai
Pikatan dari kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu menikah dengan
Pramodhawardhani putri dari Dinasti Syailendra dari kerajaan Mataram Kuno yang
bercorak Budha. Saat itu kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Budha dipimpin
oleh Balaputradewa, maka terjadi pertempuran atau perang saudara antara
Pramodhawardhani dengan suaminya (Rakai Pikatan) di satu pihak, melawan
Balaputradewa di pihak yang lain. Pada tahun 856 masehi Rakai Pikatan berhasil
mengalahkan Balaputradewa, yang kemudian melarikan diri ke Sumatera dan menjadi
Raja Sriwijaya.
Setelah Rakai Pikatan wafat
digantikan oleh Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, Raja Daksa, Raja Tulodong
dan Raja Wawa (merupakan Dinasti Sanjaya yang terakhir).
Pada tahun 929 masehi, ibukota
kerajaan Mataram Kuno dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu
Sindok, dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang dengan pusat pemerintahannya
di antara Gunung Semeru dan Gunung Wilis. Mpu Sindok merupakan raja pertama
dari Dinasti Isyana.
4. Kerajaan
Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan
Kerajaan
Sriwijaya yang berpusat di Palembang berdiri pada abad ke 7 masehi.
Sumber
sejarah kerajaan Sriwijaya :
a.
Dari dalam negeri
1) Prasasti
Kedukan Bukit (683 m)
Ditemukan di Palembang, menceritakan
tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang melakukan perjalanan suci dengan perahu
dari Minanga Tamwan dengan diiringi oleh 20.000 tentara, dan kemudian membangun
kota yang diberi nama Sriwijaya.
2)
Prasasti Talang Tuo (684 m)
Ditemukan di sebelah barat
Palembang, menceritakan tentang pembuatan Taman Srikseta oleh Dapunta Hyang Sri
Jayanaga untuk kemakmuran rakyat.
3)
Prasasti Telaga Batu
Ditemukan di Palembang, menceritakan
tentang kutukan-kutukan yang sangat menyeramkan terhadap siapa saja yang
melakukan tindak kejahatan dan tidak taat terhadap perintah raja.
4)
Prasasti Karang Berahi (686 M)
Ditemukan di Karang Berahi, Jambi
Hulu, menceritakan tentang permintaan kepada dewa untuk menghukum setiap orang
yang bermaksud jahat terhadap kerajaan Sriwijaya.
5)
Prasasti Kota Kapur (686 M)
Ditemukan di kota Kapur pulau
Bangka, menceritakan tentang usaha kerajaan Sriwijaya untuk menaklukan kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat.
6)
Prasasti Palas Pasemah
Ditemukan di Palas Pasemah, Lampung
Selatan dan menceritakan tentang didudukinya daerah Lampung selatan oleh
Sriwijaya pada akhir abad ke 7 masehi.
b. Dari luar negeri
1)
Prasasti Ligor (Malaysia) tahun775 M
Berisi tentang pembangunan Trisamaya
Catya dan Raja yang memerintah bernama Wisnu dari Dinasti Syailendra.
2)
Prasasti Kanton (Cina)
Berisi tentang bantuan kerajaan
Sriwijaya dalam memperbaiki sebuah kuil agama Thoo di Kanton, Cina
No comments:
Post a Comment