PROSES PEMBENTUKAN BUMI
Permukaan bumi terdiri
atas berbagai bentuk dari yang datar, bergelombang atau berbukit sampai bergunung. Keragaman tersebut tidak
terjadi begitu saja, melainkan melalui berbagai proses dan waktu yang sangat
lama. Berbagai bentuk tenaga bekerja
untuk mengubah muka bumi, baik dari dalam bumi maupun dari luar bumi yang dikenal
dengan sebutan tenaga geologi.
Tenaga dari dalam bumi mengubah bentuk
muka bumi
sehingga muncul gunung, pe- gunungan, dan lain-lain. Selanjutnya apa
yang telah dilakukan oleh tenaga dari dalam bumi, kemudian dirombak oleh tenaga
dari luar bumi oleh air, angin, es, dan organisme sehingga nampaklah keragaman
muka bumi seperti yang kita lihat sekarang.
Keragaman bentuk ketampakan
alam di permukaan
bumi tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan
melalui suaru proses alam yang panjang. Keragaman
tersebut terjadi karena adanya tenaga
endogen dan eksogen yang ada di bumi. Bagaimana tenaga eksogen
dan endogen membentuk ketampakan
alam di bumi? Ikutilah uraian berikut
dengan seksama.
1. Tenaga Endogen
Tenaga endogen adalah tenaga
yang berasal
dari dalam bumi. Tenaga tersebut dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi tenaga tektonik (diatropisme), vulkanik (vulkanisme)
dan gempa
(seisme).
Ketiga tenaga inilah yang membentuk
permukaan bumi sehingga
permukaan bumi tampak beragam.
a.
Diastropisme
Diastropisme adalah tenaga
yang bekerja
dari dalam bumi yang mengakibatkan
pergeseran dan perubahan posisi lapisan batuan sehingga mengubah bentuk muka bumi. Gerakan tersebut dapat dibedakan
menjadi gerakan orogenesis dan epirogenesis.
Semua gerakan tersebut akan mengubah
bentuk permukaan bumi berupa
munculnya sesar dan pelipatan.
Epirogenesis adalah pengangkatan
jalur kerak bumi sehingga membentuk
pegunungan yang ber- langsung
sangat lambat dan meliputi daerah
yang sangat luas.
Orogenesis adalah proses
pembentukan pegunungan (mountain
building) atau pengangkatan kerak bumi karena
tumbukan lempeng. Proses tersebut
menghasilkan pegunungan berangkai yang bersamaan dengan itu terbentuk sesar
dan lipatan. Misalnya Pegunungan Himalaya. Jadi, gunungapi tidak
termasuk orogenesis karena tenaga
yang membentuknya
adalah tenaga vulkanisme bukan diastropisme.
1) Sesar (Faults)
Sesar atau patahan
adalah retakan pada kerak bumi
akibat adanya pergeseran pada batuan. Pergesaran
tersebut berkisar antara beberapa
centimeter saja sampai mencapai ratusan kilometer. Contoh sesar
yang terkenal adalah
sesar San Andreas di California. Di Indonesia juga
terdapat sesar yang sangat terkenal, yaitu sesar Sumatera yang nampak di lapangan
berupa Pegunungan Bukit Barisan. Sesar tersebut memotong Pulau Sumatera
sejajar dengan zone penunjaman Lempeng
Indo-Australia ke bawah benua Asia di barat Sumatera.
Sesar terbentuk karena bumi kita yang terdiri atas sejumlah lempeng yang saling bergerak antara satu
dengan lainnya. Gerakan
lempeng tersebut akan me-
nimbulkan tegangan, tekanan,
dan gesekan sehingga terjadi perubahan posisi lapisan
batuan.
Di lapangan, sesar dapat dikenali dalam bentuk
bukit dan lembah, tebing, atau bisa juga berupa sun- gai. Walaupun demikian, tidak semua bukit atau sun- gai merupakan sesar. Karena zone sesar
merupakan zone lemah maka air akan lebih mudah
mengalir di sini ketimbang di
zone batuan
yang utuh.
Karena itu, biasanya zone sesar
juga mudah
tererosi dan bentuknya tidak lagi sempurna.
2). Lipatan dan Gejala Perlipatan
Lipatan adalah bentuk ombak atau gelombang pada suatu
lapisan kulit bumi, yang ditunjukkan
oleh perlapisan batuan. Lipatan terbentuk
karena pergeseran lempeng tektonik. Pergeseran
lempeng tersebut mengakibatkan adanya lapisan
yang
terdorong secara horizontal,
baik pada salah satu tepi lapisan maupun pada kedua tepi lapisan.
Lapisan batuan kemudian
mengalami pelipatan atau pelengkungan.
Suatu lipatan terdiri atas beberapa bagian
yang membentuk struktur lipatan.
Struktur sebuah lipatan terdiri atas:
a) antiklin, yaitu unsur struktur lipatan dengan
bentuk yang cembung (convex) ke atas.
b) sinklin, yaitu lipatan yang cekung (concave) ke atas.
c) sayap (limb), yaitu bagian
dari lipatan yang terletak
menurun mulai dari lengkungan maksimum
suatu antiklin sampai lengkungan
maksimum suatu sinklin.
b. Vulkanisme
Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam litosfer menyusup ke lapisan yang lebih atas
atau sampai ke luar permukaan bumi. Aktivitas tersebut menghasilkan bentukan berupa kerucut atau kubah
yang berdiri sendiri dan disebut gunungapi.
Dimanakah biasanya terbentuk gunungapi? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut perhatikanlah gambar berikut. Pada gambar tersebut tampak bahwa gunungapi
umumnya terbentuk pada pertemuan lempeng, terutama
lempeng yang saling bertumbukan.
Mengapa terbentuk pada pertemuan dua lempeng
yang saling bertumbukan? Pada pertemuan lempeng tersebut,
lempeng samudera menunjam ke
bawah dan lempeng benua terangkat.
Akibat kaku, lempeng benua mengalami retakan. Magma yang cair kemudian
masuk melalui retakan-retakan tersebut dan membentuk
kantong-kantong magma. Sebagian
magma mampu mencapai permukaan bumi dan membentuk gunungapi.
Karena itulah, sebagian besar gunungapi terbentuk pada pertemuan
lempeng tersebut.
Bentuk permukaan bumi
sebagai hasil dari vulkanisme
adalah berupa munculnya berbagai tipe gunungapi, yaitu:
1)
gunungapi corong atau maar, yaitu gunungapi hasil erupsi eksplosif atau berupa ledakan
yang posisi dapur magmanya relatif dangkal sehingga
gunungapi tersebut berhenti
aktivitasnya dengan hanya satu
kali ledakan. Oleh karena itu,
ketinggian gunung ini relatif rendah
dan memiliki kemiringan yang cukup curam. Biasanya
terbentuk danau pada bekas lubang erupsi yang dasarnya relatif kedap air. Danau Eifel di Perancis
dan Ranu Klakah di lereng Gunung lamongan merupakan contoh tipe ini
2)
gunungapi perisai atau aspit, yaitu gunungapi
hasil erupsi efusif atau erupsi
berupa aliran. Magma yang cair atau encer bergerak ke segala arah dengan
ketebalan yang tipis sehingga ketinggiannya juga rendah. Contoh gunungapi aspit adalah gunungapi di
Kepulauan Hawaii.
3)
Gunungapi strato, yaitu gunung api berbentuk
kerucut yang tinggi dengan lereng yang curam. Kerucut
yang tinggi merupakan hasil dari
timbunan material-material vulkanik
yang padat maupun cair secara
terus-menerus. Gunungapi ini merupakan gabungan tipe letusan eksplosif dan efusif
secara bergiliran. Gunungapi di Indonesia umumnya termasuk tipe strato seperti
Tangkuban Perahu, Kerinci,
Merbabu, Gede- Pangrango, Gempo, dan lain-lain
c. Gunungapi di Indonesia
Indonesia merupakan
pertemuan tiga lempeng yang saling bertumbukan, yaitu lempeng Asia atau Eurasia (Eurasian Plate), Lempeng Pasifik (Pacific Plate)
dan Lempeng Indo-Australia (Indo-Australian Plate). Lempeng Hindia merupakan lempeng samudera,
sedangkan lempeng Asia merupakan lempeng benua. Karena benua
memiliki berat jenis lebih rendah
dari lempeng samudera maka lempeng Asia terangkat
sepanjang pertemuan lempeng-
lempeng tersebut. Akibatnya,
terbentuk jajaran pegunungan di sepanjang pertemuan lempeng mulai dari Aceh, Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara.
Pada peta
tersebut tampak bahwa jajaran
gunungapi berada di sepanjang pertemuan
lempeng. Kalimantan yang jauh dari pertemuan lempeng tak memiliki satu
pun gunungapi sehingga relatif aman dari bencana letusan
gunungapi. Sumatera dan Jawa juga Sulawesi memiliki
jumlah gunungapi yang banyak. Walaupun
sangat rawan terhadap letusan gunungapi,
daerah-daerah tersebut relatif subur karena gunungapi mengeluarkan material yang dapat menambah
kesuburan pada tanah.
Gunungapi di Indonesia
umumnya merupakan gunungapi bertipe strato. Kerucut-kerucut gunungapi tersebut
sebagian dalam keadaan aktif, istirahat (dorman),
dan mati. Beberapa di antaranya sangat terkenal di dunia karena kekuatan
letusannya yaitu Gunung Tambora dan
Gunung Krakatau. Gunungapi Tambora sangat
terkenal karena kedahsyatan
letusannya yang terjadi pada tahun 1815 dengan ketinggian
letusan mencapai 43 km (hampir
mendekati batas lapisan troposfer dan
stratosfer). Ledakannya terdengar
sampai jarak 2.600 km. Gunung Krakatau juga sangat terkenal
karena letusannya yang dahsyat
pada tanggal
26 Agustus 1883. Letusan
Krakatau saat itu juga menimbulkan gelombang tsunami
yang menghancurkan permukiman
di sepanjang Pesisir Banten
d. Faktor Penyebab Terjadinya Gempa
Gempa merupakan getaran yang terjadi karena
gerakan batuan yang
melewati batas kelentingan atau kelengkungannya.
Jika batas kelentingan tersebut terlampaui
maka akan menghasilkan sebuah getaran.
Peristiwa tersebut dapat
dipahami dengan melakukan percobaan sederhana.
Ambillah sebuah tongkat kecil dan tariklah kedua ujungnya sehingga
membentuk lengkungan. Jika kalian
terus menarik kedua ujungnya maka
batas kelentingannya akan terlampaui sehingga tongkat tadi menjadi
patah dan menghasilkan sebuah getaran.
Gempa dibedakan menjadi
gempa tektonik, vulkanik, dan longsoran.
Gempa tektonik adalah gempa yang
terjadi akibat tumbukan lempeng- lempeng litosfer. Pada saat dua lempeng bertumbukan
dan bergesekan, maka pada bidang batas lempeng tersebut terjadi
pelengkungan dan terjadi tegangan. Jika pelengkungan dan tegangan tersebut melampaui
daya lentingnya, maka tenaga yang
tersimpan pada saat terjadinya pelengkungan
dan tegangan
akan dilepaskan untuk mencapai keseimbangan.
Proses untuk melepaskan tegangan
dan mencari
keseimbangan baru tersebut
menimbulkan getaran (ingat kembali contoh tongkat kecil di atas).
Gempa vulkanik adalah gempa yang terjadi karena
adanya aktivitas gunungapi. Aktivitas gunungapi
menimbulkan getaran pada wilayah sekitarnya. Getaran
tersebut biasanya tidak seluas getaran yang ditimbulkan
oleh gempa tektonik. Karena terjadi
pada saat adanya aktivitas gunungapi,
maka
peristiwa gempa vulkanik
tidak sesering gempa tektonik.
Gempa longsoran adalah
gempa yang terjadi akibat longsor
atau runtuhnya
tanah perbukitan atau gua kapur. Karena volume tanah yang longsor
terbatas maka getarannya pun relatif kecil dan tidak begitu berbahaya
Besar kecilnya kekuatan
getaran gempa diukur dengan
menggunakan alat yang disebut seismograf.
Hasil pengukurannya tercatat dalam kertas seismogram. Pada seismogram
akan terlihat kekuatan dan waktu terjadinya gempa. Kekuatan gempa dapat dapat ditentukan dengan
menggunakan Skala Richter.
Skala tersebut meng- gambarkan kekuatan gempa berdasarkan
tinggi dan panjang gelombang yang tercatat pada seismogram. Kekuatan gempa
dapat pula dikelompokkan ber- dasarkan tingkat
kerusakan yang ditimbulkannya. Perbandingan antara kedua skala tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 1.1 Perbandingan Skala Richter dan Mercalli
tentang Gempa Bumi
Skala Richter
|
Skala Mercalli
|
Kerusakan yang ditimbulkan
|
<
3,4
|
I
|
Hanya
terekam oleh seismograf
|
3,5–4,2
|
II
dan III
|
Getaran dirasakan oleh manusia yang
berada dalam ruangan
|
4,3–4,8
|
IV
|
Getaran dirasakan oleh banyak orang, jendela
dan benda-benda bergetar
|
4,9–5,4
|
V
|
Getaran dirasakan oleh setiap orang, piring-piring
pecah, pintu terbanting, lampu berayun
|
5,5–6,1
|
VI
dan VII
|
Kerusakan kecil pada sejumlah gedung, pelapis
dinding terkelupas atau dinding runtuh
|
6,2–6,9
|
VIII
|
Kerusakan cukup besar pada banyak gedung,
cerobong asap runtuh, fondasi rumah bergerak
|
7,0–7,3
|
X
|
Kerusakan parah pada bangunan, jembatan patah,
dinding retak, bangunan dari batu runtuh
|
7,4–7,9
|
XI
|
Kerusakan hebat, hampir semua gedung runtuh
|
>
8
|
XII
|
Kerusakan total,
gelombang gempa terlihat menjalar di permukaan tanah, benda-benda
terlempar ke udara
|
Gempa pada skala yang besar dapat menimbul- kan kerusakan
dan korban jiwa yang besar. Kerusakan
yang ditimbulkan dapat secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Tenaga Eksogen
Selain tenaga endogen,
permukaan bumi juga mengalami perubahan
atau perombakan oleh tenaga eksogen. Permukaan bumi yang beragam
bentuk dan ketinggiannya sebagai hasil
kerja tenaga endogen, kemudian
akan berubah dari bentuk asalnya oleh tenaga
eksogen. Contohnya, bentuk lipatan yang pada
awal kejadiannya sempurna
lengkungannya, kemudian akan berubah oleh tenaga
eksogen sehingga bentuknya di permukaan tampak berbeda dari awal pembentukannya.
Begitu pula dengan sesar yang awalnya tampak bidang
atau garis sesar yang
tegas atau jelas, kemudian akan
tampak seperti jajaran
perbukitan yang tumpul atau terpisah. Berbagai jenis batuan beku juga akan berubah
bentuk oleh pengaruh tenaga
eksogen melalui proses kimia, fisika, dan biologis.
Tenaga eksogen yang mengubah bentuk muka bumi dipengaruhi oleh tiga proses,
yaitu pelapukan, erosi, dan sedimentasi. Pelapukan dapat diartikan
sebagai proses penghancuran masa batuan
zat penghancur.
Pelapukan dapat dibedakan menjadi pelapukan kimia, fisika dan biologi.
a.
Proses Pelapukan
Batuan yang telah
terbentuk melalui berbagai proses
akhirnya lama kelamaan akan mengalami proses
penghancuran atau pelapukan. Batuan yang berukuran
besar akan terpecah menjadi
batuan yang berukuran lebih kecil, bahkan sampai menjadi
debu. Pelapukan dapat dibedakan menjadi pelapukan fisika,
kimia dan biologik-mekanik. Di alam,
ketiga proses tersebut seringkali terjadi
secara bersamaan dalam proses pelapukan. Namun, biasanya terdapat satu proses yang
lebih dominan dibanding
proses pelapukan lainnya.
1). Pelapukan fisika/mekanik
Pelapukan fisika
atau
disebut pula desintegrasi adalah proses
penghancuran batuan menjadi
bagian- bagian yang lebih kecil tanpa mengubah komposisi atau susunan
kimiawianya. Proses ini bisa terjadi
karena penyinaran matahari, perubahan suhu, dan pembekuan air pada celah-celah batuan.
a). Penyinaran matahari
Penyinaran matahari
yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan batuan menjadi panas. Jika batuan yang panas tersebut terkena air hujan secara tiba-tiba, batuan tersebut akan pecah-pecah.
b). Perubahan suhu
Penyinaran matahari juga akan meningkatkan suhu pada siang hari sehingga batuan mengalami pemuaian. Sebaliknya, pada malam hari tidak ada penyinaran matahari sehingga batuan mengkerut. Proses memuai dan mengerut tersebut ternyata kekuatan dan kecepatannya berbeda antara mineral yang satu dengan lainnya dalam
batuan sehingga batuan menjadi rapuh dan mudah hancur.
c). Pembekuan air pada celah-celah batuan
Di daerah dingin,
air yang masuk pada celah- celah batuan akan membeku atau menjadi es pada saat suhu udara menurun. Karena volume es lebih besar
dibanding volume air yang masuk pada celah-celah batuan tadi maka es akan menekan celah batuan tersebut dengan sangat kuat,
sehingga batuan terpecah-pecah
2). Pelapukan kimia
Pelapukan kimia atau disebut pula dekomposisi adalah proses penghancuran batuan dengan mengubah susunan
kimiawi batuan yang terlapukkan. Berlangsungnya proses tersebut memerlukan air sehingga di daerah
yang curah hujannya
tinggi dan banyak ditumbuhi
vegetasi seperti di
Indonesia, proses pelapukan kimia lebih berpengaruh dibanding pelapukan fisika. Proses pelapukan kimia dapat dibedakan
menjadi beberapa
jenis, yaitu di antaranya:
1.
proses oksidasi, jika zat pelapuknya adalah oksigen
(O2). Contohnya jika
besi yang bereaksi dengan oksigen akan terbentuk karat pada besi.
2.
proses hidrolisa, jika zat pelapuknya adalah air.
Contoh yang sederhana
adalah pada peristiwa pelapukan di daerah kapur. Batu kapur (gamping) yang bereaksi dengan air akan membentuk endapan kalsium bikarbonat berupa stalaktit dan stalagmit.
3). Pelapukan
biologik-mekanik
Pelapukan biologik-mekanik atau organik adalah
pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup, baik tumbuhan maupun
binatang. Akar-akar yang masuk
ke
dalam tanah memiliki kekuatan yang sangat tinggi,
sehingga dapat menghancurkan batuan
b. Proses Erosi dan Penyebabnya
Erosi adalah
suatu proses penghancuran tanah dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, es, angin, dan
gravitasi. Karena itu, berdasarkan
penyebabnya erosi dapat disebabkan oleh air, gelombang air laut, es
atau gletser, angin, dan gravitasi.
1). Erosi oleh air
Air mampu membawa partikel-partikel batuan atau tanah dan memindahkannya ke tempat lain. Air hujan
mampu menghancurkan tanah dan
membawanya ke tempat yang lebih rendah.
Air hujan
yang terkumpul dan membentuk
sungai juga mampu mengerosi tanah
pada bagian dasar dan tebingnya
sehingga terbentuk parit dan sungai yang lebih besar.
Di pantai, gelombang air laut juga dapat mengerosi
pantai sehingga garis pantai semakin mundur ke arah daratan.
Erosi oleh gelombang laut di daerah pantai ini dikenal dengan istilah abrasi.
Hasil abrasi dapat berbentuk dinding pantai yang curam (cliff), dataran abrasi, relung (lekukan
pada dinding cliff),
batu layar (stack), dan gua pantai (sea cave).
2). Erosi
oleh angin
Erosi oleh angin ini melibatkan dua proses, yaitu hi- lang atau pindahnya
partikel-partikel yang sangat halus
oleh angin (deflasi)
dan rusaknya permukaan batuan oleh hantaman
partikel-partkel yang terbawa bersama-sama
dengan angin (aeolian abration). Erosi yang disebabkan oleh angin
ini banyak terjadi di daerah gurun. Bentukan
yang dapat dijumpai sebagai hasil pengerjaan oleh angin
tersebut antara lain adalah berupa batu jamur.
3). Erosi
oleh es atau gletser
Aliran es yang mencair dapat mengakibatkan erosi pada permukaan tanah atau batuan yang
dilaluinya. Selain oleh es itu sendiri,
aliran ini juga membawa batuan-
batuan hasil pelapukan yang bertumbukan dengan permukaan tanah atau batuan yang dilaluinya.
c.
Proses Sedimentasi
Sedimentasi
adalah proses pengendapan materi- materi hasil erosi yang dibawa oleh tenaga pengangkut
seperti air, angin,
gelombang laut, dan gletser. Materi-materi hasil erosi tersebut
pada jarak tertentu akan
mengalami penurunan kecepatan gerak atau
berhenti sama sekali. Materi yang lebih besar tentu akan diendapkan
terlebih dahulu dibanding dengan materi
yang lebih halus. Bentukan-bentukan hasil pengendapan ini di antaranya adalah:
1.
delta, yaitu suatu bentuklahan yang dibentuk dari endapan sedimen
pada mulut suatu
sungai, baik di laut maupun
di danau.
2.
gisik
(Beach), yaitu pantai (shore)
yang berlereng landai yang terbentuk oleh material lepas-lepas
(tak terkonsolidasi) dan terletak antara titik air surut dan letak air pasang tertinggi
yang dicapai oleh gelombang
badai.
3.
sand dunes/gumuk pasir, yaitu gundukan pasir yang
terbentuk karena pengendapan oleh angin. Gumuk pasir ini banyak dijumpai di wilayah gurun.
4.
bar, yaitu gosong pasir di pantai yang arahnya memanjang.
5.
tombolo, yaitu gosong pasir yang menghubungkan
pulau karang dengan pulau utama
No comments:
Post a Comment