HAJI dan UMROH
A. Pengertian Haji Dan Umrah
Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa
(etimologi) adalah “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat
dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah
(ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu
dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang
ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
Adapun umrah menurut bahasa bermakna ‘ziarah’.
Sedangkan menurut syara’ umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di
sekelilingnya, bersa’i antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting
rambut dengan cara tertentu dan dapat dilaksanakan setiap waktu.
Allah SWT telah menjadikan baitullah suatu tempat yang
dituju manusia pada setiap tahun.
Allah SWT
berfirman :
وَإِذْ
جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ
وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
"Dan
(ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat
shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i´tikaf, yang
ruku´ dan yang sujud". (Al-baqarah :125)
Baitullah adalah suatu tempat yang didatangi manusia
pada setiap tahun. Lazimnya mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah,
timbul keinginannya untuk kembali lagi yang kedua kalinya.
Maka makna Hajjul baiti menurut syara’ ialah :
mengunjungi baitullah dengan sifat yang tertentu, di waktu yang tertentu,
disertai dengan perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.
Para ulama telah mengkhususkan kalimat haji
untuk mengunjungi ka’bah, untuk menyelesaikan manasik haji. (Pedoman Haji. 1998
: 2)
B. Tujuan Haji Dan Umrah
Al-baqarah
189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
″Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung″. (Al-baqarah : 189)
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam". (Al-imran : 97)
C. Dasar Hukum Perintah Haji Dan Umrah
Seperti di ketahui, dalam setiap aktivitas ibadah, ada
hal-hal yang bersifat fardhu, wajib, sunnah, dan makruh, di samping ada juga
mubah (boleh-boleh saja di kerjakan) dan haram.
Dalam ibadah haji, fardhu adalah sesuatu yang apabila
tidak dikerjakan sesuai ketentuannya, maka ibadah haji tidak sah ; seperti
tidak melakukan wukuf di ‘Arafah.
Wajib dalam ibadah haji atau umrah adalah sesuatu yang
jika diabaikan secara keseluruhan, atau tidak memenuhi syaratnya maka haji atau
umrah tetap sah, tetapi orang yang bersangkutan harus melaksanakan sanksi yang
telah ditetapkan. Misalnya, kewajiban melempar jumroh, bila ia diabaikan, maka
ia harus diganti dengan membayar dam (denda).
Sesuatu yang sunnah bila dilakukan, atau sesuatu yang
makruh, jika ditinggalkan dapat mendukung kesempurnaan ibadah haji dan umrah.
Sedang sesuatu yang mubah, tidak berdampak apa pun terhadap ibadah. (Mizan.
2000 : 157-158)
D. Syarat, Rukun Dan Wajib Haji Dan
Umrah
1. Syarat-Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan
umrah adalah :
a) Islam
Beragama Islam merupakan syarat
mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena itu
orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah. Demikian pula orang
yang murtad.
b) Baligh
Anak kecil tidak wajib haji dan
umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW “Kalam dibebaskan dari
mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur sampai ia
bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh”.
c) Berakal
Orang yang tidak berakal, seperti
orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji
d) Merdeka
e) Budak tidak
wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang
dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu.
Disamping itu budak itu termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu
dan lain-lain.
f) Mampu
(Istitha’ah) : Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal kendaraan,
bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam perjalanan.
Pengertiana
mampu itu ada 2 macam :
1. Mampu mengerjakan haji dengan
sendirinya, dengan beberapa syarat sebagai berikut :
a.
Mempunyai bekal yang cukup untuk pergi ke mekah dan
kembalinya.
b.
Ada kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik
kepunyaan sendiri ataupun dengan jalan menyewa.
c.
Aman perjalanannya. Artinya dimasa itu biasanya
orang-orang yang melalui jalan itu selamat sentosa.
d. Syarat wajib
haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan bersama-sama dengan mahramnya,
bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan perempuan yang
dipercayai. (Fiqih Islam. 2001 : 204-205)
Demikian pula kesehatan badan tentu saja bagi mereka
yang dekat dengan makkah dan tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut
dengan ibadah haji dan umrah, masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan
berjalan kaki pun bisa dilakukan. Pengertian mampu, istitha’ah atau juga
as-sabil (jalan, perjalanan), luas sekali, mencakup juga kemampuan untuk duduk
di atas kendaraan, adanya minyak atau bahan bakar untuk kendaraan.
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni
Anar ra. Terdapat percakapan sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW
ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya
Rasulullah? Beliau menjawab : Yaitu bekal dan kendaraan.
Sedangkan yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib
disebutkan : Dan diisyaratkan tentang bekal untuk pergi haji (sarana dan
prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi, hendaklah sudah (cukup)
melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran) pembiayaan
orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang hendak
pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai)
sekembalinya (di tanah airnya). Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari
(biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya yang layak buat dirinya, dan (juga)
melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak buat dirinya (baik
rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).
(Fath-Hul Qarib, 1991 : 30)
2. Rukun-rukun Ibadah Haji dan Umrah
Rukun haji dan umrah merupakan
ketentuan-ketentuan/perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji
apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji atau umrahnya
itu tidak sah. Adapun rukun-rukun haji dan umrah itu adalah sebagai berikut :
a) Ihram
Melaksanakan ihram disertai dengan niat ibadah haji
dengan memakai pakaian ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai
kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam sarung. Dipakai satu
helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya untuk kain panjang yang
dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita
adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa (pakaian
berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
b) Wukuf di
Padang Arafah
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari
(ke arah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada
hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c) Thawaf
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah
sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada
garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri
dirinya (kebalikan arah jarum jam). (kumpulanmakalahpai haji)
Macam-macam
Thawaf
1.
Thawaf Qudum : yakni thawaf yang dilaksanakan saat
baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
2.
Thawaf Tamattu’ : yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari
keutamaan (thawaf sunnah)
3.
Thawaf Wada’ : yakni thawaf yang dilaksanakan ketika
akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4.
Thawaf Ifadhah (thawaf rukun) : yakni thawaf yang
dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadhah merupakan salah
satu rukun dalam ibadah haji.
5.
Thawaf nazar.
6.
Thawaf sunnat. (Tawaf, wikipedia.org)
d) Sa’i
antara Shafa dan Marwah
Sai adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai
dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai
dilakukan untuk melestarikan pengalaman Hajar, ibunda nabi Ismail yang
mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya, karena usaha dan
tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa mengalirnya
mata air zam-zam.
Dalam sa’i
harus diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut :
a.
Sa’i mesti dilakukan setelah melakukan thawaf,
sebagaimnana yang dicontohkan Nabi.
b.
Tartib, dimulai dari shafa. Jabir meriwayatkan bahwa
Nabi bersabda, ‟Kita mulai dari tempat yang Allah memulai dengan-Nya,
dan beliau memulai dari shafa hingga selesai dari sa’inya di Marwah.”
c.
Sa’i mesti dilakukan tujuh kali dengan ketentuan bahwa
perjalanan dari shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan berikutnya dari Marwah
ke shafa pun demikian. (Materi Pendidikan Agama Islam, 2001 : 105)
e) Tahallul
Tahallul adalah menghalalkan pada dirinya apa yang
sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai
dengan memotong rambut kepala beberapa helai atau mencukurnya sampai habis
(lebih afdol)
f)Tertib Berurutan
Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang
membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.
3. Wajib Haji dan Umrah
Wajib haji dan umrah adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam
ibadah haji dan umrah tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah
namun harus mambayar dam atau denda.
Adapun
Wajib-wajib haji adalah
a) Ihram dari
miqat
Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan
dari tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan
tentang kapan dan dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas
yaitu batas-batas peribadatan bagi ibadah haji dan atau umrah.
Macam-macam
miqat menurut Fah-hul Qarib
1. Miqat zamani (batas waktu)
pada konteks (yang berkaitan) untuk memulai niat ibadah haji,adalah bulan
Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari
raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat melaksanakan
“Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram umrah.
2. Miqat makany (batas yang berkaitan
dengan tempat)
untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri
makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah,
atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah,
maka :
a. Orang yang
(datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di
(daerah) “Dzul Halifah”.
b. Orang yang
(datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya
ialah di (daerah) “Juhfah”.
c. Orang yang
(datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
d. Orang yang
(datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman,
maka miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
e. Orang yang
(datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa “Dzatu “Irq”. (Fath-Hul
Qarib, 1991 : 35)
Ketentuan
tempat (tempat makani) :
a. Makkah,
miqat (tempat ihram) orang yang tinggal di makkah, berarti orang yang tinggal
di makkah hendaklah ihram dari rumah masing-masing.
b. Zul-hulaifah,
miqat (tempat ihram) yang datang dari pihak madinah dan negeri-negeri sejajar
dengan madinah.
c. Juhfah,
miqat (tempat ihram) orang yang datang dari sebelah syam, mesir, dan
negeri-negeri yang sejajar dengan negeri-negeri tersebut. Juhfah nama suatu
kampung di antara makkah dan madinah, kampung itu sekarang telah rusak (roboh),
kampung yang dekat kepadanya ialah : ‟Rabigh”.
d. Yalamlam
(nama suatu bukit dari beberapa bukit tuhamah). Bukit ini, miqat orang yang
datang dari sebelah yaman, india, indonesia, dan negeri-negeri yang sejalan
dengan negeri-negeri tersebut.
e. Qarnu (nama
sebuah bukit, jauh dari makkah kira-kira 80,640 km). Bukit ini, miqat orang
yang datang dari sebelah Najdil-Yaman dan Najdil-hijaz dan orang-orang yang
datang dari negeri-negeri yang sejalan dengan itu.
f. Zatu’irqain
(nama kampung yang jauhnya dari makkah kira-kira 80,640 km). Kampung ini, miqat
orang yang datang dari iraq dan negeri-negeri yang sejalan dengan itu.
g. Adapun bagi
penduduk negeri-negeri yang diantara makkah dan miqat-miqat tersebut maka mikat
mereka negeri masing-masing. (Fiqih Islam, 1954 : 204-205)
b.) Melempar
Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya
bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu
yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal
dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga
tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim
sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s.
di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga
disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang
wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c.) Mabit di
Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal
10 Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.
d.) Mabid di
Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu
pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
e.) Thawaf
Wada’
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah
menuju tempat tinggalnya. (Bimbingan Manasik Ziarah dan Perjalanan
Haji, 1989 : 44-47)
Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:
1. Ihram dari
tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak
ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun.
2. umrah atau haji.
E. Hikmah Ibadah Haji Dan Umrah
Ada beberapa
hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan haji dan umrah, baik dari aspek
waktu maupun pelaksanaannya. Di antara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut
:
1. Dalam
pelaksanaan ihram, manusia dilatih untuk dapat mengendalikan hawa nafsu,
khususnya syahwat, perbuatan-perbuatan dosa, dan hal-hal yang menyenangkan
dirinya (hedonis).
2. Dalam
pelaksanaan thawaf, ka’bah merupakan simbol monoteisme (tauhid). Melakukan
thawaf disekeliling ka’bah merupakan simbol bahwa segala usaha kegiatan hidup
manusia didunia ini tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan kekuasaan
Allah. Dengan dzikir ketika thawaf yang disertai penghayatan yang mendalam,
diharapkan akan tertanam dalam jiwa orang yang membacanya kesadaran bahwa
manusia itu sangat lemah. Di sini orang akan menganggap bahwa manusia tidak
layak berlaku sombong dan angkuh.
3. Ibadah sa’i
antara Shafa dan Marwah mengingatkan sejarah perjuangan Siti Hajar ketika
mencari air. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang haji diharapkan memiliki etos
kerja tinggi, tidak boleh berpangku tangan, mengharap rezeki datang dari
langit.
4. Wukuf
diarafah bisa disebut sebagai malam perenungan. Arafah sendiri berarti
pengalaman. Maksudnya, orang yang melakukan haji dan umrah diharapkan dapat mengenal
jati dirinya, menyadari segala kesalahannya dan bertekad untuk tidak
mengulanginya.
5. Melempar
jumrah terkait erat dengan kisah ibrahim ketika melempar setan. Hal ini
dimaksudkan agar orang yang melakukan haji dan umrah memiliki tekad dan
semangat untuk tidak terbujuk rayuan setan yang merusak dunia ini.
6. Bermalam di
mina dan muzdalifah dan diistilahkan malam istirahat dari rangkaian ibadah
haji. Disini orang dapat memulihkan kondisi yang sangat lelah. Ini sebagai
isyarat bahwa manusia memerlukan waktu istirahat dalam hidup ; tidak selamanya
bekerja sampai tidak ingat menjaga kondisi badan.
7. Dalam
tahallul terkadang ajaran agar manusia mampu mengendalikan sifat pembawaannya.
Tahallul diibaratkan sebagai lampu hijau yang mengisyaratkan kendaraan boleh
berjalan kembali setelah untuk sementara diharuskan berhenti.
8. Khusus untuk
ibadah umrah, ibadah ini memberi kesempatan yang sangat leluasa kepada kaum
muslimin untuk mengunjungi ka’bah karena waktunya tidak ditentukan. (Materi
Pendidikan agama islam, 2001 : 115-116)
F. Sunnah,
Larangan Dan Dam
Sunnah haji
:
a.
Diantara sunnah haji ialah haji ifrad
Haji ifrad artinya : terpisah, yaitu cara melakukan
ibadah haji secara terpisah dari ibadah umrah dengan mendahulukan ibadah haji.
b.
Membaca talbiyah dengan suara yang keras bagi
laki-laki, sedangkan bagi wanita sekadar dapat didengar sendiri. Sunnah membaca
talbiyah selama ihram sampai melempar jumroh aqabah pada hari nahar
(hari raya).
Bacaan
talbiyah :
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ
لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Aku datang
memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Aku datang
memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu,
sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan milik-Mu, tiada sekutu
bagi-Mu.
(HR. Bukhari dan Muslim)
a. Berdo’a
sesudah membaca talbiyah, meminta keridhoan Allah, surga dan meminta
perlindungan dari siksa neraka.
b. Membaca
dzikir waktu thawaf.
c. Shalat dua
rakaat setelah mengerjakan thawaf.
d. Memasuki
ka’bah (rumah suci).
Larangan
dalam haji
Beberapa
larangan dalam haji yaitu :
a.
Bersetubuh, bermesra-mesraan, berbuat maksiat, dan
bertengkar dalam haji.
b.
Dilarang menikah dan menikahkan (menjadi wali).
c.
Dilarang memakai pakaian yang di jahit, harum-haruman
(minyak wangi), memakai kain yang di celup, menutup kepala, memakai sepatu yang
menutup mata kaki. Adapun kaum wanita, mereka boleh memakai pakaian yang
menutupi seluruh tubuhnya, kecuali dan kedua telapak tangannya. Yang haram bagi
mereka bagi mereka hanya kaos tangan dan pakaina yang telah di celup dengan
celupan yang berbau harum.
d. Perempuan
dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan.
e.
Dilarang menghilangkan rambut dan bulu badan, memotong
kuku selama haji, kecuali sakit tetapi wajib membayar dam.
f.
Dilarang berburu atau membunuh binatang liar yang
halal di makan.
Dam
Jenis-jenis
Dam yaitu :
a. Dam (denda)
karena memilih tamattu’ atau qiran. Dendanya ialah : menyembelih seekor kambing
(qurban), dan bila tidak dapat menyembelih kurban, maka wajib puasa tiga hari
pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
b. Dam (denda)
meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melempar jumrah, tidak bermalam di
muzdalifah dan mina, meninggalkan tawaf wada’, terlambat wukuf di arafah,
dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
c. Dam (denda)
karena bersetubuh sebelum tahallul pertama, yang membatalkan haji
dan umrah. Dendanya menurut sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau
tidak sanggup maka seekor sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan
seharga unta yang di sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa
sehari untuk tiap-tiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
d. Dam (denda)
karena mengerjakan hal-hal yang di larang selagi ihram, yaitu bercukur,
memotong kuku, berminyak, berpakaian yang di jahit, bersetubuh setelah tahallul
pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor
kambing, kerbau, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskin
sebanyak 3 sha’ (kurang lenih 9,5 liter).
e. Orang yang
membunuh binatang buruan wajib membayar denda dengan ternak yang sama dengan
ternak yang ia bunuh.
f. Dam sebab
terlambat sehingga tidak bisa meneruskan ibadah haji atau umrah, baik terhalang
di tanah suci atau tanah halal, maka bayarlah dam (denda) menyembelih seekor
kambing dan berniatlah tahallul (menghalalkan yang haram) dan bercukur
di tempat terlambat itu. (Fiqih Ibadah, 1998 : 50-57 )
No comments:
Post a Comment