Setiap makanan
mempunyai susunan
kimia yang berbeda-beda
dan mengandung zat
gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun
jumlahnya (Suharjo
dan Kusharto, 1994). Meskipun bahan makanan beragam pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam beberapa
kelompok pangan. Pengelompokan
pangan ini harus menunjukkan peranan
khususnya dalam
menyediakan
zat
gizi
utama
yang dibutuhkan
manusia
meliputi : sumber kalori,sumber protein
dan
sumber mineral (McCollum, EV,1918).
Pedoman pangan disuatu negara umumnya dibuat dalam bentuk kelompok pangan
agar lebih mudah
dimengerti. Beberapa peneliti menggunakan alternative kelompok pangan
berdasarkan pedoman pangan di negaranya masing-masing (Guthrie & Scheer, 1981; Smith,
1987; Hardinsyah, 1996) atau mencoba melakukan
modifikasi (King J.C, S.H Cohenour &
C.G. Corrucini, 1978; Hardinsyah, 1996).
Pengelompokan pangan pada pedoman
pangan
umumnya merupakan pengelompokan
pangan mayor
(utama)
berdasarkan
konsep dasar
triguna makanan (Depkes, 1995). Di Indonesia,pada tahun 1950 Lembaga
Makanan Rakyat Departemen
Kesehatan
RI memperkenalkan kepada masyarakat slogan “Empat Sehat Lima Sempurna
(ESLS)” yang diharapkan
dapat berfungsi sebagai
petunjuk bagi penduduk dalam menyusun menu seimbang (Soedarmo & Chatidjah, 1990). Husaini (1994) membahas ESLS ini dan
menyimpulkan bahwa slogan ini memenuhi syarat-syarat gizi,sosio ekonomi,psikologi
dan ethnologi penduduk Indonesia. Namun ESLS
ini
belum dilengkapi dengan
konsumsi anjuran yang bersifat kuantitatif.
Pada tahun
1994,Departemen
Kesehatan mengeluarkan Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS) dengan 13 pesan dasar
menuju gizi seimbang. Kelahiran PUGS ini merupakan
suatu proses dinamisasi dan
penjabaran secara operasional dari slogan ESLS. Logo
gizi seimbang
pada
PUGS ini
berbentuk kerucut
dimana
pengelompokan
bahan makanan pada logo tersebut berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam
ilmu gizi poluler dengan istilah “Triguna Makanan” yang meliputi ; pertama : sumber tenaga yaitu padi- padian, umbi-umbian
serta tepung-tepungan
yang digambarkan pada bagian dasar kerucut; kedua : sumber zat
pengatur yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan pada bagian tengah
kerucut dan ketiga : sumber
zat pembangun yaitu kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil
olahan (Depkes, 1995).
Berdasarkan gambar dilogo Gizi Seimbang tersebut dimana kerucut bagian tengah
yang berisi buah dan sayur dipisah lagi menjadi dua kelompok. Sayur dan buah sebaiknya memang dalam dua kelompok yang terpisah mengingat karakteristik sumber gizi dari buah
dan sayur sebenarnya tidaklah sama
(Maynard, 1959; Robinson
1968).
AKG dan
PUGS secara operasional dijabarkan kedalam beberapa kelompok pangan dengan
ukuran rumah tangga yang sudah
dikenal luas. Gambar 30 dan 31 memperlihatkan anjuran makan
sehari anak batita sebagai penjabaran dari AKG. Daria anjuran tersebut
terlihat terdapat enam kelompok pangan pangan yaitu : nasi, pangan hewani, susu, pangan
nabati, sayuran dan buah-buahan.
Pemisahan protein hewani dan
nabati bagi
anak batita
merupakan hal
yang mendasar. Hal ini mengingat perbedaan
komposisi asam amino pada kedua sumber
protein tersebut dan keadaan anak batita yang sedang dalam pertumbuhan yang pesat begitu juga
halnya dengan pertumbuhan otak yang masih berlangsung sampai umur dua tahun. Dari segi
peran hayati nilai protein hewani lebih
tinggi dari
protein
nabati dimana komposisi
asam
amino protein hewani
sangat cocok
untuk kecerdasan (pertumbuhan
otak) dan pertumbuhan
fisik manusia
disamping itu
daya cerna protein hewani jauh
lebih baik
sehingga efisiensi pemanfaatan jauh lebih tinggi (Pudjiadi,
1994).
Pangan hewani selain
sumber
protein juga kaya mineral khususnya besi dan Zn
sedangkan protein nabati seperti tempe kaya
vitamin B kompleks.
Sehingga dengan kombinasi kacang-kacangan
dan pangan hewani akan
meningkatkan
mutu protein
yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1996).
Selain pengelompokan
pangan
utama
(mayor) dikenal juga pengelompokan pangan
rinci (minor). Penelitian Walghvist et
al.
(1991) melihat hubungan tingkat
konsumsi kelompok pangan minor terhadap kejadian kesehatan dimana digunakan 53 jenis pangan.
Adapun hasil yang diperoleh
menunjukkan terdapat hubungan
yang nyata antara skor keragaman pangan
yang didasarkan pada pengukuran tingkat konsumsi kelompok minor tersebut dengan
kejadian kesehatan (hubungan negative dengan tekanan darah,hubungan
positif dengan HDL dan hubungan negative dengan LDL).
Penelitian
Hardinsyah (1996) menggunakan kelompok minor
12 untuk
mengembangkan ukuran keragaman pangan.
Kelompok 12 yang meliputi : beras,sereal
lainnya,umbi-umbian,temped an tahu,kacang-kacangan lainnya, daging, Ikan,sayuran
berwarna, sayuran lainnya,buah berwarna dan
buah lainnya serta susu. Kelompok 12 ini
dibuat berdasarkan pertimbangan sehubungan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi pangan hewani khususnya ikan, produk kedele, buah dan sayur
serta mengurangi ketergantungan
pada beras (Hardinsyah, 1996). Pemisahan
ikan dari daging berhubungan
dengan
beberapa keunggulan yang dimiliki ikan. Ikan
selain sumber
protein juga sumber vitamin
A,, sumber mineral (yodium,zat Besi,seng,selenium dan kalsium)
yang kesemuanya erat kaitannya dengan
defisiensi zat gisi mikro dan
penyakit degeneratif (Rai, 1996). Dikatakan lebih lanjut bahwa asam lemak pada ikan
berupa asam lemak omega-3 yang sangat penting untuk proses tumbuh
kembang sel-sel syaraf termasuk sel-sel otak dan juga bermanfaat untuk mencegah
Hyperkolesterolemia
yang berkaitan juga
dengan timbulnya penyakit degeneratif.
Tidak ada kelompok pangan selain sayur dan buah yang bervariasi begitu besar dalam hal warna, tekstur dan kandungan
zat gizi (Robinson, 1968). Sayur yang berwarna hijau gelap dan buah yang berwarna kuning berhubungan dengan kandungan karoten pada pangan
tersebut dimana semakin hijau warna sayur dan
semakin kuning warna buah
menunjukkan semakin
tinggi karoten yang dikandungnya sehingga ditemukan pada daun yang berwarna hijau dapat mengandung vitamin A 30 kali lebih besar disbanding bagian yang berwarna
pucat (Robinson, 1968).
No comments:
Post a Comment