Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Business

Monday, 7 May 2018

Pengetahuan Tentang Zakat

  kangato       Monday, 7 May 2018

PENGETAHUAN TENTANG ZAKAT

Pengertian Zakat
Kata zakat secara bahasa dapat diartikan dengan a l-tathhîr : mensucikan, al- namâ :  berkembang,   a l-barakah  :  keberkahan,   dan  katsra t  al-khair  :  banyak kebaikannya.  Penggunaan  kata  zakâ  yang  merupakan  bentuk  asal  dari  zakat  jika ditujukan untuk seseorang  zakâ  al-rajul berarti orang tersebut banyak kebaikannya. Dan jika ditujukan untuk tanaman za kat al-syajarah maka berarti tanaman itu tumbuh berkembang dengan baik.
Sedangkan secara terminologis  terdapat  beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama mazhab, yaitu :
1.     Hanafi  mendefinisikannya  dengan  pemilikan  bagian  tertentu  dari harta  tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah swt.
2.     Mâliki mendefinisikannya dengan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang  telah  mencapai  satu  nishâb  bagi  orang  yang  telah   ha ul,  dan  bukan merupakan barang tambang dan pertanian.
3.     Syâfiî mendefinisikannya  dengan sesuatu yang dikeluarkan  dari harta atau jiwa dengan cara tertentu.
4.     Hambali mendefinisikannya  dengan hak wajib pada harta tertentu yang ditujukan untuk kelompok orang tertentu pada waktu yang tertentu pula.
Dari definisi ulama mazhab tersebut,  walaupun dikemukakan dengan redaksi yang berbeda  namun kandungannya  sama. Hanya saja Hanafi,  Mâliki,  dan Hambali mencakup pengertiannya kepada zakat mal saja sedangkan Syâfiî mencakup zakat mal dan zakat fitrah.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia,   zakat didefinisikan dengan hartayang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan  ketentuan agama untuk diberikan kepada  yang berhak  menerimanya. Dalam definisi ini, bukan hanya harta yang bersifat pribadi yang wajib dizakati, tapi juga harta kelompok umat Islam seperti perusahaan, CV, dan lembaga lain.
1. Istilah-istilah dalam Zakat
Selanjutnya ada beberapa istilah yang terkandung dalam definisi zakat, yaitu :
1. Harta  :  Bahasa  arabnya  mâl  dan  memiliki  bentuk  plural  amwâl,  seperti  yang tersebut dalam Q.S. al-Maârij : 24-25
 Dan orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat hak yang pasti untuk orang miskin yang meminta dan tidak meminta
Orang Arab biasanya mengartikan mâl dengan segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk dimiliki dan disimpannya. Akan tetapi definisi harta yang lebih sesuai  dengan perkembangan zaman sehubungan dengan zakat, sebagaimana yang  dirumuskan  Didin Hafidhuddin  dari pendapat  Zarqa  dan mazhab  Hambali, adalah segala sesuatu  yang konkret  yang bernilai dalam pandangan  manusia dan dapat digunakan menurut galibnya.7 Rumusan tersebut memiliki  keluasan  dan keluwesan kategori harta sebagai sumber zakat sekalipun
secara eksplisit  tidak terdapat  contohnya  di masa Nabi Muhammad  saw. Seperti zakat profesi, zakat saham, obligasi, perusahaan, dan sebagainya.
Harta  yang  wajib  dizakati  atau  diistilahkan  dengan  al-amwâ l a l-za ka wiyah
bukan berarti semua harta tanpa kecuali. Ia memiliki kategori tertentu, yaitu ; harta orang Islam, merdeka, halal, milik sempurna, mencapai nishâb dan  ha ul. Maksud dari harta halal adalah harta yang dimiliki sesuai dengan aturan-aturan Allah swt. baik  zatnya  maupun  perolehannya.  Sebab Allah tidak  akan menerima  penunaian zakat   dari  harta  yang  haram  zatnya,  seperti  zakat   ternak  babi  atau  haram perolehannya,  seperti hasil judi, merampok,  korupsi.  Sebagaimana  yang terdapat
dalam hadîts :
 Allah tidak akan menerima shada qah dari harta yang tidak sah.8
Yang   dimaksud   dengan   milik   sempurna   adalah   harta   tersebut   sepenuhnya merupakan hak dan tanggungjawabnya.
2. Nishâb adalah ukuran atau kadar tertentu harta yang wajib dizakati, misalnya emas wajib dikeluarkan zakatnya sejumlah 2,5 % jika mencapai ukuran minimal 85 gram. Kambing atau domba wajib dikeluarkan zakatnya satu ekor jika mencapai ukuran
minimal 40 ekor. Ketetapan nishâb ini menurut jumhur ulama karena ha dîts :
  Diriwayatkan  dari Abî Saîd al-Khudrî ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :Tidak wajib sedekah (zakat) pada kurma yang kurang dari lima ausaq. Tidak wajib sedekah (zakat)  pada perak yang kurang dari lima awâq. Dan tidak wajib sedekah
(zakat) pada unta yang kurang dari lima ekor.9
3.  Haul adalah masa pemilikan dan pemanfaatan harta selama satu tahun
4.  Mustahiq  adalah  sekelompok  orang  yang  berhak  menerima  harta  zakat  dengan jumlah  delapan  kelompok  seperti  yang  disebutkan  secara  eksplisit  dalam firman Allah Surat al-Taubah : 60,   yaitu ; faqîr, miskin, âmil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir.
5. Muzakki  adalah orang   yang menunaikan kewajiban zakat karena memiliki harta yang wajib dizakati.

2. Zakat Konsumtif dan Zakat Produktif
Dalam penyaluran  zakat  terdapat  dua metode, yaitu yang bersifat  konsumtif dan bersifat produktif :
1. Zakat   konsumtif   ;  adalah  penyaluran   harta   zakat   kepada   mustahiq   untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari, seperti sandang, pangan,
dan papan yang dikenal dengan kebutuhan primer atau istilah al-Ghazali dalam term
ekonomi Islam dikenal dengan dha rûriyyât. Indikasi zakat konsumtif adalah harta tersebut habis dalam jangka waktu yang relatif singkat.
2. Zakat produktif ; adalah penyaluran harta zakat kepada mustahiq dengan dikelola dan  dikembangkan   melalui   perilaku-perilaku   bisnis.   Indikasinya   adalah  harta tersebut  dimanfaatkan  sebagai modal yang  diharapkan  dapat  meningkatkan  taraf ekonomi  mustahiq.  Termasuk  juga  dalam  pengertian  zakat  produktif  jika  harta zakat  dikelola  dan  dikembangkan  oleh  âmil  yang  hasilnya  disalurkan  kepada musta hiq secara berkala.
Ada  pula  yang  mengklasifikasikan  pemanfaatan  dan  pendayagunaan  alokasi harta zakat secara lebih rinci menjadi empat golongan :10
a.     Konsumtif Tradisional : Zakat dimanfaatkan dan digunakan langsung oleh mustahiq untuk pemenuhan  kebutuhan pokok dalam   kehidupan sehari-hari.
b.     Konsumtif Kreatif : Zakat yang digunakan dalam bentuk lain dari jenis barang semula, misalnya bea siswa.
c.     Produktif  Tradisional  :  Zakat  dimanfaatkan  dalam  bentuk  barang- barang produksi, seperti sapi, mesin jahit, dan lainnya.
d.     Produktif  Kreatif : Pendayagunaan  zakat  diwujudkan  dalam bentuk modal,  baik  untuk  membangun  suatu  proyek  sosial  maupun  proyek ekonomis    seperti    memberikan    modal    kepada    pedagang    untuk berwirausaha.
Selama ini, penyaluran zakat yang bersifat konsumtif masih lebih dominan daripada yang bersifat produktif. Hal ini dapat dideteksi dengan dua realita; pertama, jumlah  mustahiq  semakin  bertambah  sedangkan  jumlah  muzakki   tidak  demikian. Kedua, jumlah mustahiq yang meningkat taraf kehidupannya menjadi muza kki  belum menunjukkan angka yang signifikan disebabkan oleh harta zakat. Padahal tujuan disalurkannya   harta   zakat   selain   untuk   membantu   musta hiq   dalam   memenuhi kebutuhan  dasar  dalam  kehidupannya,  juga  yang  lebih  utama  untuk  meningkatkan status sosial dari mustahiq menjadi  non-musta hiq atau bahkan menjadi muza kki.
Faktor  penghambat  perkembangan  zakat  produktif  adalah  perhatian masyarakat yang sangat minim terhadap zakat produktif  yang disebabkan beberapa   hal :
1. Kurang  memahami  tujuan  zakat  disyarîatkan  dalam  agama  Islam  dilihat  dari implikasinya  terhadap  ekonomi  kemasyarakatan.   Dalam  menunaikan  kewajiban zakat, para muza kki  hanya bertujuan agar hartanya bersih dari hak mustahiq yang dianalogikan  dengan ‘kotoran tanpa memikirkan bagaimana  agar harta zakat itu dapat bermanfaat bagi musta hiq dalam jangka waktu yang panjang .
2. Kesibukan muzakki  dalam aktifitas kehidupannya sudah menyita perhatian, sehingga sangat sulit untuk fokus dalam penyaluran zakat secara produktif yang nota bene membutuhkan waktu, tenaga, dan pemikiran yang khusus.
3. Para  muzakki   masih  lebih  banyak  menyalurkan  zakat  secara  individual,  bukan diserahkan kepengurusannya kepada âmil zakat.
4. Kepercayaan kepada âmil zakat dalam pengelolaan zakat masih minim.
5. Lebih mengutamakan kuantitas musta hiq agar dapat merata walaupun jumlah harta yang disalurkan hanya cukup untuk konsumsi sehari-hari. Hal ini berbeda dengan zakat produktif yang lebih mengutamakan kualitas.
6. Pengetahuan tentang term zakat konsumtif dan zakat produktif  belum tersosialisasi dengan baik sehingga banyak yang tidak memahami maksud dan tujuannya.

logoblog

Thanks for reading Pengetahuan Tentang Zakat

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment

Contoh Soal PLH Kelas VIII

SOAL PLH KELAS VIII PENGHIJAUAN LINGKUNGAN Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar, dengan memberikan tanda silang (X) pad...

close